Pengertian Barang Milik
Negara
Barang milik negara adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah. Perolehan lainnya yang sah meliputi:
- Barang yang
diperoleh dari hibah/ sumbangan atau yang sejenis
- Barang yang
diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian / kontrak
- Barang yang
diperoleh berdasarkan ketentuan undang – undang
- Barang yang
diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
B. Jenis Barang Milik
Negara
BMN memiliki variasi jenis yang beragam,
baik dalam hal bentuk, tujuan perolehannya, maupun masa manfaat yang
diharapkan.Dalam perlakuan akuntansi, PP.24 tahun 2005 membagi BMN menjadi aset
lancar, aset tetap, aset tak
berwujud, aset lainnya, dan aset bersejarah.
a.
Dikategorikan sebagai
aset lancar apabila BMN tersebut diadakan dengan tujuan segera dipakai atau
dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal perolehan.
BMN yang memenuhi kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan. BMN ini dapat
berupa barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan
operasional pemerintah, dan barang-barang yang diadakan yang dimaksudkan untuk
dijual dan / atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan ini mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, barang habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang
bebas pakai seperti komponen bekas. Persediaan dapat meliputi , barang
konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk
tujuan strategis / berjaga-jaga,pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam
proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat, dan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat. Persediaan untuk tujuan strategis/ berjaga-jaga antara lain berupa
cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras).
b.
Dikategorikan sebagai aset
tetap apabila BMN mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal Kuasa Pengguna Barang, dan
diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Termasuk dalam kategori
aset tetap adalah:
1)
Tanah yang
dikelompokkan sebagai asset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud
untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai.Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar
negeri , misalnya tanah yang digunakan perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut berdasarkan isi perjanjian
penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat
Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen.
2)
Peralatan dan mesin
mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh
inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12
(dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin
bisa meliputi: Alat besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat
Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga, Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar,
Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium, Alat Persenjataan, Komputer,
Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan, dan Pemurnian, Alat
Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit
Proses/produksi.
3)
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung
dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam
kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam
kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen,
Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
4)
Jalan, irigasi, dan
jaringan mencakup Jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah
serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang
termasuk dalam kategori asset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air,
Instalasi, dan jaringan.
5)
Aset Tetap Lainnya
mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Tanah, Peralatan
dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasionalpemerintah dan dalam kondisi siap
dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi
Perpustakaan/Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudaayaan/Olahraga, Hewan, Ikan
dan Tanaman.
6)
Konstruksi dalam
pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal
laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya
yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode
waktu tertentu dan belum selesai.
c.
Dikategorikan sebagai
aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasikan dan
tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan
barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan
intelektual. Aset tak berwujud meliputi software komputer, lisensi dan franchise,
hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya, dan hasil kajian/
penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.
d.
Dikategorikan sebagai
Aset Lainnya adalah:
1)
Aset yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, berupa tagihan penjualan angsuran,
tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, daan kemitraan dengan pihak
ketiga.
2)
Aset tetap yang
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah yang tidak memennuhi definisi asset
tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lain-lain. Aset tetap diakui sebagai
asset lain-lain pada saat dinilai kondisi aset tetap tersebut adalah rusak
berat, tetapi belum ada Surat Keputusan Penghapusan.
a.
Dikategorikan Aset
Bersejarah adalah bangunan bersejarah, monument, tempat-tempat purbakala
seperti candi, dan karya seni. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset
bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan dan sejarah. Aset
bersejarah tidak disajikan dalam neraca namun aset tersebut harus diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.Karakteristik-karakteristik dibawah ini
sering dianggap sebgai ciri khas dari suatu aset bersejarah:
1)
Nilai kultural,
lingkungan, pendidikan dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan
dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar
2)
Peraturan dan hukum
yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual
3)
Tidak mudah untuk
diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun
kondisi fisiknya semakin menurun
4)
Sulit untuk mengestimasikan
masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
Aset bersejarah
diharapkan untuk dipertahankan dalm waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah
dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah banyak
mempunyai aset bersejarah yang diperoleh dengan cara pembelian, donasi,
warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya
tanpa nilai.
B.
Penggolongan dan Kodefikasi BMN
Selain
tahapan-tahapan dalam penatausahaan Barang Milik Negara di
atas, hal yang tidak
kalah pentingnya dalam penatausahaan BMN adalah
penggolongan dan
kodefikasi BMN. Penggolongan adalah kegiatan untuk
menetapkan secara
sistematik mengenai BMN ke dalam golongan, bidang,
kelompok, subkelompok
dan sub-subkelompok. Sedangkan kodefikasi adalah
pemberian kode BMN
sesuai dengan penggolongan masing-masing BMN. Tujuan
penggolongan dan
kodefikasi BMN adalah untuk mempermudah pelaksanaan
pengelolaan
penatausahaan BMN. Tatacara penggolongan dan kodefikasi BMN
diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 yang
selanjutnya telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
29/PMK.06/2010,
meliputi pemberian kode barang, kode lokasi, dan kode
registrasi dan
simbol/logo barang.
1. Kode Barang
Kode
Barang terdiri dari golongan, bidang, kelompok, dan sub-sub
kelompok dan terdiri
dari 10 (sepuluh) angka/digit yang terbagi dalam lima
kelompok kode dengan
susunan sebagai berikut :
X
.XX .XX .XX .XXX
Penjelasan :
Satu angka/digit
pertama : menunjukkan kode golongan
barang
Dua angka/digit kedua : menunjukkan kode bidang barang
Dua angka /digit ketiga : menunjukkan kode kelompok barang
Dua angka/digit keempat : menunjukkan kode sub kelompok barang
Tiga angka/digit kelima : menunjukkan kode sub-sub kelompok
barang
2. Kode Lokasi
Kode
Lokasi adalah kode yang dipergunakan untuk mengidentifikasi unit
penanggung jawab
penatausahaan BMN. Kode ini terdiri dari 18 (delapan
belas) angka/digit yang
terbagi dalam lima kelompok kode dengan susunan
sebagai berikut :
XXX
.XX .XXXX .XXXXXX .XXX
Penjelasan :
Tiga angka/digit
pertama : menunjukkan kode Pengguna
Barang
Dua angka/digit kedua : menunjukkan kode Eselon 1
Empat angka/digit
ketiga : menunjukkan kode Wilayah
Enam angka/digit
keempat : menunjukkan kode Kuasa Pengguna Barang
Tiga angka/digit kelima : menunjukkan kode Pembantu Kuasa
Pengguna
Barang
3. Kode Registrasi
Kode
Registrasi merupakan identitas barang yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal yang
dilekatkan pada barang yang bersangkutan. Kode
registrasi terdiri dari
18 (delapan belas) angka/digit kode lokasi ditambah 4
(empat) angka/digit
tahun perolehan dan 10 (sepuluh) angka/digit kode
Kode
Wilayah Kode
Pembantu Kuasa
Kode
Eselon 1 Pengguna
Barang
Kode
Pengguna Barang Tahun
Perolehan
XXX
. XX. XXXX . XXXXXX .XXX .XXXX
X
. XX . XX . XX . XXX . XXXXXX
Kode
Golongan Barang No.Urut
Pendaftaran
Kode
Bidang Barang Kode
Sub-Sub Kelompok Barang
Kode
Kelompok Barang Kode
Sub Kelompok Barang
C. Pengelolaan
BMN
1. Pengertian
a.
Pengelolaan BMN adalah
rangkaian kegiatan perencanaan, pengadaan ,penggunaan, pemeliharaan dan
pengamanan, pemanfaatan, penilaian, sampai dengan penghapusan BMN dan
tindaklanjutnya berupa pemindahtanganan yang seluruh kegiatannya ditatausahakan
serta dilakukan dengn pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
b.
Pengelola barang adalah
pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman
serta melakukan pengelolaan barang milik negara.
c.
Pengguna barang adalah
pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara.
d.
Kuasa pengguna barang
adalah kepala satuan kerj atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk
menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
2. Ruang Lingkup
Pengelolaan
Pengelolaan BMN adalah rangkaian
kegiatan meliputi:
a.
Perencanaan kebutuhan
dan penganggaran
b.
Pengadaan
c.
Penggunaan
d.
Pemanfaatan
e.
Pengamanan dan
Pemeliharaan
f.
Penilaian
g.
Penghapusan
h.
Pemindahtanganan
i.
Penatausahaan
j.
Pembinaan,
Pengawasan dan pengendalian.
3. Wewenang
dan Tanggung Jawab Pengelola
Untuk tercapainya tertib administrasi
dan tertib pengelolaan BMN, maka plaksanaan pengelolaan BMN harus memenuhi
azas-azas pengelolaan. Diantara azas tersebut adalah azas fungsional, yakni
bahwa Pengelola, maupun Pengguna / Kuasa Pengguna melaksanakan kewenangan dan
tanggung jawabnya sesuai fungsi yang telah ditentukan pada peraturan
perundangan yang berlaku. Sesuai PP.6 tahun 2006 tentang Pedoman PelaksanaanPengelolaan
BMN/D pasal 4 ayat 2 ditntukan bahwa Pengelola Barang bertanggungjawab dan
berwenang untuk:
a.
Merumuskan kebijakan,
mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan barang milik negara
b.
Meneliti dan menyetujui
rencana kebutuhan barang milik Negara
c.
Menetapkan status
penguasaan dan penggunaan barang milik
negara
d.
Mengajukan usul
pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan bangunan yang memerlukan
persetujuan DPR
e.
Memberikan keutusan
atas usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan bangunan yang
tidak memerlukan persetujuan DPR sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan
f. Memberikan pertimbangan
dan meneruskan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR dalam batas kewenangan Presiden
g.
Memberikan keputusan
atas usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik negara selain tanah dan
bangunan sesuai batas kewenangannya
h.
Memberikan pertimbangan
dan meneruskan usul pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan
bangunan kepada Presiden atau DPR
i. Menetapkan
penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan
j. Memberikan
keputusan atas usul pemanfaatan barang milik negara selain tanah dan bangunan
k.
Melakukan koordinasi
dalam plaksanaan inventarisasi barang milik negara serta mnghimpun hasil
inventarisasi
l. Melakukan
pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik negara
m. Menyusun
dan mempersiapkan Lporan Rekapitulasi barang milik negara kepada Presiden
sewaktu diperlukan.
5. Wewenang dan Tanggung
Jawab Pengguna
Sesuai PP.6/2009
Pasal 6 ayat (2), wewenang dan tanggung jawab pengguna adalah:
a.
Menetapkan kuasa
pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik
negara
b.
Mengajukan rencana
kebutuhan dan penganggaran barang milik negara untuk kementerian negara/
lembaga yang dipimpinnya
c.
Melaksanakan pengadaan
barang milik negara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
d.
Mengajukan permohonan
penetapan status tanah dan bangunan untuk penguasaan dan penggunaan barang
milik negara yang diperoleh dari beban APBN dan perolehannya lainnya yang sah
e.
Menggunakan barang milik
negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi kementerian negara / lembaga
f. Mengamankan dan
memelihara barang milik negara yang berada dalam penguasaannnya
g.
Mengajukan usul
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan;
h.
Mengajukan usul
pemindahtanganan dengan tindaklanjut tukar menukar berupa tanah dan bangunan
yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi namun
tidak sesuai dengan tata ruang dan wilayah atau penataan kota
i. Mengajukan
usul pemindahtanganan dengan tindaklanjut penyertaan modal pemerintah pusat
atau hibah yang dari awal pengadaannya sesuai peruntukkan yang terantum dalam
dokumen penganggaran
j. Menyerahkan
tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaran
tugas okok dan fungsi kemntrian negara / lembaga yang dipimpinnya kepada
pengelola barang
k.
Melakukan pengawasan
dan pengendalian atas penggunaan barangmilik negara yang ada dalam
penguasaannya;
l. Melakukan
pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam
penguasaannya;
m. Menyusun
dan melaporkan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Lapoan Barang
Pengguna Tahuanan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola
barang.
6. Azas
Untuk menjamin tercapainya sasaran
pengelolaan BMN maka pengelolaan harus dilaksanakan berdasarkan azas-azasnya.
Sesuai penjelasan PP.6 tahun 2006, azas-azas tersebut adalah:
a.
Asas fungsional, yaitu
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah- masalah di bidang pengelolaan
barang milik negara yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna
barang dan pengelola barang sesuai fungsi, wewenang, dan tanggungjawab
masing-masing
b.
Azas kepastian hukum,
yaitu pengelolaan barang milik negara harus dilaksankan berdasarkan hokum dan
peraturan perundang-undangan
c.
Asas transparansi,
yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara harus transparan terhadap
hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar
d.
Asas efisiensi, yaitu
pengelolaan barang milik negara diarahkan agar barang milik Negara/daerah
digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka
menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah secara optimal
e.
Asas akuntabilitas,
yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada rakyat
f.
Asas kepastian nilai,
yaitu pengelolaan barang milik negara / daerah serta penyusunan Neraca
Pemerintah.
7. Sasaran
Pengelolaan
BMN sesuai dengan azas-azasnya ditujukan untuk mencapai
sasaran
sebagai berikut:
a.
Terjaminnya pengaman
asset
b.
Dihindarinya pemborosan
dalam pengadaan, pemeliharaan, dan pengamanan
c.
Peningkatan PNBP dengan
cara:
a.
Tanah/ gedung idle
diserahkan kepada Pengelola;
b.
Optimalisasi dengan
cara pengalihan status penggunaan kepada pengguna lain
c.
Pemanfaatan asset idle
untuk disewakan, dipinjam pakaikan, dikerjasama pemanfaatankan,
dibangunserahgunakan, atau dibangungunaserahkan
d.
Pemindahtanganan asset
yang tidak ekonomis.
D. Perencanaan
Dan Penganggaran BMN/D
Perencanaan
kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara
untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang
berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalamrencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik
negara/daerah yang ada.Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah
berpedoman pada:
- Standar
barang
- Standar
kebutuhan
- Standar
harga.
Yang ditetapkan oleh pengelola barang
setelah berkoordinasi dengan instansi
atau dinas teknis terkait.
Pengadaan
barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai
dengan APBN, baik yang dilaksanakan secara swakelola, maupun oleh penyedia
barang/jasa. Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan
akuntabel.
E. Penggunaan
BMN
1. Pengertian
Penggunaan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang barang
milik negara / daerah yang sesuuuuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi
yang bersangkutan. Satus penggunaan adalah status penggunaan Barang Milik
Negara yang ditetapkan oleh Pengelola Barang untuk digunakaan oleh Pengguna
Barang pada Kementerian Negara / Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
atau untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanaan
umum sesuai tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara /Lembaga.
2. Penggunaan BMN Yang
Ideal
Idealnya,
penggunaan BMN adalah:
- Untuk penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi
- Untuk menunjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi.
3. Akibat penggunaan BMN
yang tidak sesuai
Penggunaan
BMN yang tidak sesuai dengan maksud pengadaan atau perolehannya telah
menimbulkan:
a.
Terjadi pemborosan
dalam biaya pemeliharaan dan operasional,
b.
BMN cepat rusak,
c.
BMN hilang.
4. Tujuan
Penetapan Status Penggunaan
Tujuan pengaturan penggunaan BMN
dengan penetapan status adalah:
a.
Untuk tertib &
pengamanan administrasi, pengamanan hukum dan fisik. Dengan penetapan status,
maka bukti-bukti kepemilikan menjadi syarat suatu BMN dapat ditetapkan
statusnya akan diurus dan dikelola sesuai ketentuan. Dengan demikian, keamanan
BMN secara administrasi dan hukum akan dapat lebih baik terjamin.
b.
Untuk secepatnya
menyesuaikan Daftar Barang Milik Negara dan penyediaan dana operasional &
pemeliharaan.
5. Status Penggunaan
Barang
Pada
pokoknya BMN ditetapkan statusnya untuk:
a.
Dipakai penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsinya
b.
Dioperasikan oleh pihak
lain untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Kementerian /
Lembaga yang menyerahkan BMN tersebut. Contoh: departemen Perhubungan membangun
bandara udara kemudian diserahkan operasionalnya kepada PT. Angkasa Pura. Pengguna
Barang.
F. Pemanfaatan BMN
1. Sewa
a.
Pengertian
Sewa BMN adalah pemanfaatan BMN oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
b.
Alasan menyewakan
barang milik negara
1)
Mengoptimalkan
pemanfaatan BMN yang belum / tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi penyelenggaraan pemerintah.
2)
Menunjang pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi kementrian / lembaga. BMN yang dibangun / diperoleh
kementrian / lembaga yang disewakan kepada pihak lain dengan perjanjian agar
tetap digunakan untuk menghasilkan barang / jasa sesuai maksud pengadaannya
dapat diharpkan berfungsi lebih optimal dan menunjang pelaksanaan tugas fungsi
kementrian / lembaga yang bersangkutan.
3)
Untuk efisiensi biaya
pemeliharaan dan pengamanan BMN serta meningkatkan penerimaan negara. BMN yang
idle tetap memerlukan pemeliharaan dan bahkan berpotensi untuk menjadi tidak
aman. Dengan diseakan, maka biaya pemeliharaan dan pengamanan ditanggung oleh
penyewa dan ngara mendapatkan PNBP.
c.
Jenis BMN yang dapat
disewakan
Semua jenis BMN
kecuali yang bersifat khusus dan menjadi rahasia negara dapat disewakan. Pihak
yang dapat menyewakan BMN.
d.
Yang dapat menyewakan BMN adalah Pengelola dan
Pengguna Barang.
1)
Pengelola Barang dapat
menyewakan tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang.
2)
Pengguna Barang dengan
persetujuan Pengelola Barang dapat menyewakan:
a)
Sebagian tanah dan /
atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang
b)
BMN selain tanah dan
atau bangunan.
e.
Pihak yang dapat menyewa BMN
Semua pihak,
baik Badan Hukum maupun perorangan dapat menyewa BMN
f.
Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara/Daerah
Jangka waktu
Sewa Barang Milik Negara/ Daerah paling
lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
2. Pinjam
Pakai
a.
Pengertian
Pinjam
pakai BMN adalah penyerahan penggunaan BMN dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerahdalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah
jangka waktu berakhir BMN tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat.
b.
Pertimbangan pinjam
pakai
Pinjam
pakai dilaksanakan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1)
Mengoptimalkan
pemakaian BMN yang belum/idak dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintah pusat dan untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah
daerah.
2)
Pengamanan BMN idle
dari pengguaan pihak lain secara tidak sah.
3)
Efisiensi biaya
pemelharaan dan pengamanan.
c.
Obyek pinjam pakai
Obyek
pinjam pakai BMN meliputi semua jenis BMN.
d.
Subyek pelaksanaan
pinjam pakai
Pihak-pihak
yang dapat melaksanakan pinjam pakai adalah:
1)
Pengelola Barang, untuk
tanah dan atau bangunan yang beradapada Pengelola Barang.
2)
Pengguna Barang dengan
persetujuan Pengelola Barang, untuk:
a)
Sebagian tanah dan atau
bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang
b)
BMN selain tanah dan
atau bangunan.
e. Pihak yang dapat
meminjam BMN adalah pemerintah daerah.
f. Jangka waktu Pinjam
Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
3. Kerjasama
Pemanfaatan (KSP)
a.
Pengertian
KSP
adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam
rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
b.
Pertimbangan
KSP
BMN dilakukan untuk:
1)
Mengoptimalkan
pemanfaatan BMN yang belum / tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi pemerintahan,
2)
Meningkatkan penerimaan
negara, dan
3)
Mengamankan BMN, yakni
mencegah agar tidak terjadi BMN oleh pihak lain secara tidak sah.
c.
BMN obyek KSP
Pada
pokoknya semua jenis BMN dapat menjadi obyek KSP, yakni:
1)
BMN berupa tanah dan /
atau bangunan
2)
BMN selain tanah dan /
atau bangunan
d.
Subyek KSP BMN
Pihak
yang dapat melakukan KSP BMN adalah:
1)
Pengelola Barang, untuk
tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang.
2)
Pengguna Barang dengan
persetujuan Pengelola Barang, untuk:
a)
Sebagian tanah dan atau
bangunan yang merupakan sisa dari tanah dan atau bangunan yang sudah digunakan
oleh Pengguna Barang dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya
b)
BMN selain tanah dan
atau bangunan.
e.
Mitra KSP
Pihak yang dapat
menjadi mitra KSP BMN adalah Badan Hukum meliputi:
1)
Badan Usaha Milik
Negara
2)
Badan Usaha Milik
Daerah
3)
Badan Hukum Lainnya.
4. Bangun
Guna Serah (BGS)/ Bangun Serah Guna (BSG)
a.
Pengertian
1)
Bangun Guna Serah (BGS)
adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan
mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan atau sarana berikut
fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya
jangka waktu.
2)
Bangun Serah Guna (BSG)
adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan
mendirikan bangunan dan atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan
oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
b.
Pertimbangan
BGS
dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka
penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi kementerian/lembaga, yang
danapembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
c. BMN yang dapat dijadikan obyek BGS/BSG
BMN yang dapat dijadikan obyek
BGS/BSG adalah BMN yang berupa tanah, baik tanah yang ada pada Pengelola Barang
maupun tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang.
d.
Subjek Pelaksanaan BGS/BSG
1)
Pihak yang dapat
melaksanakan BGS/BSG BMN adalah Pengelola Barang.
2)
Pihak-pihak yang dapat
menjadi mitra BGS/BSG adalah:
a)
Badan Usaha Milik
Negara
b)
Badan Usaha Milik
Daerah
c)
Badan Hukum Lainnya.
e.
Jangka waktu
Jangka waktu Bangun
Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak
perjanjian ditandatangani.
f.
Tata cara
Bangun Serah Guna Barang Milik
Daerah dilaksanakan dengan tata cara:
a)
Mitra Bangun Serah
Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah Guna kepada Gubernur/Bupati/ Walikota
setelah selesainya pembangunan
b)
Hasil Bangun Serah
Guna yang diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota ditetapkan sebagai Barang
Milik Daerah
c)
Mitra Bangun Serah
Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Daerah sesuai jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian
d)
Setelah jangka
waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit
oleh aparat pengawasan intern Pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/ Walikota.
5. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
a. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang
Milik Negara/Daerah dilaksanakan terhadap:
1)
Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengelola Barang/Pengguna Barang
2)
Barang Milik Negara/Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang
masih digunakan oleh Pengguna Barang
3)
Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
b. Subyek pelaksana kerjasama
penyedia infrastruktur dilaksanakan oleh:
1) Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara
2) Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/
3) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang
Milik Negara/Daerah dilakukan antara Pemerintah dan Badan Usaha.
Badan Usaha
sebagaimana dimaksud adalah badan usaha yang berbentuk:
a) Perseroan terbatas
b) Badan Usaha Milik Negara
c) Badan Usaha Milik Daerah
d) koperasi.
c. Jangka waktu
Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50
(lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang.
G. Pengamanan Dan
Pemeliharaan
Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah
sebagaimana dimaksud meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan
pengamanan hukum.
1.
Barang Milik
Negara/Daerah berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik
Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
2.
Barang Milik
Negara/Daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas
nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
3.
Barang Milik Negara
selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas
nama Pengguna Barang.
4.
Barang Milik Daerah
selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas
nama Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
H. Penilaian
Penilaian Barang Milik Negara/Daerah
dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan,
atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk:
1.
Pemanfaatan dalam
bentuk Pinjam Paka
2.
Pemindahtanganan dalam
bentuk Hibah.
Penetapan nilai Barang Milik
Negara/Daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah dilakukan
dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Penilaian Barang Milik
Negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau
Pemindahtanganan dilakukan oleh:
1. Penilai
Pemerintah
2. Penilai
Publik yang ditetapkan oleh Gubernur/ Bupati/Walikota.
I. Pemindahtanganan
Barang Milik Negara/Daerah yang tidak
diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan.
Pemindahtanganan
Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan cara:
1.
Penjualan
Penjualan
Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a.
Untuk optimalisasi
Barang Milik Negara/Daerah yang berlebih atau tidak
digunakan/dimanfaatkan
b.
Secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi negara/ daerah apabila dijual
c.
Sebagai pelaksanaan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Penjualan
Barang Milik Negara/Daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
2.
Tukar Menukar
Tukar
Menukar Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk
memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan; b. untuk
optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Tukar Menukar Barang
Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak: a. Pemerintah Daerah; b. Badan Usaha
Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara; c. swasta;
atau d. Pemerintah Negara lain. Tukar Menukar Barang Milik Daerah dapat dilakukan
dengan pihak: a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Daerah lainnya; c. Badan Usaha
Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara; atau d. swasta. Tukar Menukar dapat
berupa: a. tanah dan/atau bangunan:
1. yang berada pada Pengelola
Barang, untuk Barang Milik Negara; atau 2. yang telah diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/ Walikota, untuk Barang Milik Daerah;
3.
Hibah
Hibah
Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan
sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial,
dan penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah. Hibah sebagaimana dimaksud
harus memenuhi syarat: a. bukan merupakan barang rahasia negara; b. bukan
merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan tidak diperlukan dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan
negara/daerah. Ketentuan mengenai kriteria kepentingan sosial, budaya,
keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan
penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah sebagaimana dimaksud diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan. Hibah
dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan:
1. yang berada pada Pengelola
Barang, untuk Barang Milik Negara; 2. yang telah diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/ Walikota, untuk Barang Milik Daerah; b. tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau c. selain tanah dan/atau
bangunan. Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud dilakukan oleh: a. Pengelola Barang,
untuk Barang Milik Negara; atau b. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik
Daerah, sesuai batas kewenangannya.
4.
Penyertaan Modal
Pemerintah Pusat/Daerah.
Penyertaan
Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam
rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan
kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyertaan Modal
Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan
pertimbangan: a.
Barang Milik Negara/Daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen
penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/ Daerah atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau b.
Barang Milik Negara/Daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha
Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang
sudah ada maupun yang akan dibentuk. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah
atas Barang Milik Negara/Daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang
telah diserahkan kepada Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara dan
Gubernur/Bupati/Walikota untuk Barang Milik Daerah; b. tanah dan/atau bangunan
pada Pengguna Barang; atau c. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau
bangunan. Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana dimaksud
dilakukan oleh: a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau b.
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah, sesuai batas
kewenangannya. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik
Negara/Daerah sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh: a. Pengelola Barang,
untuk Barang Milik Negara; atau b. Pengelola Barang setelah mendapat
persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.
J.
Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian
1. Pembinaan
Secara
konsepsional pengertian pembinaan ditemukan pada
Penjelasan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah
dan
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah upaya
yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah
di
Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi
daerah.Selain
itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang milik Daerah,
memberikan
rumusan pengertian lebih operasional bahwa pembinaan
merupakan
usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman, bimbingan,
pelatihan,
arahan supervisi.Dengan demikian apabila dikaitkan dengan pengelolaan
barangmilik negara/daerah, dapat dirumuskan suatu definisi kerja bahwa
yangdimaksud dengan pembinaan adalah usaha atau tindakan yang dilakukansecara
efektif dan efisien, serta dalam perspektif jangka panjang, baik
bersifatperubahan maupun penyempurnaan, agar pengelolaan BMN/D dapat
dilaksanakan
dengan tertib dan mencapai yang lebih baik terutama dalam
memberikan
daya dukung yang tinggi terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
pokok
dan fungsi serta keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Pasal
74 (1) dan (2) PP No.6/2006 menyebutkan bahwa Menteri
Keuangan
menetapkan kebijakan umum pengelolaan BMN dan menetapkan
kebijakan
teknis serta melakukan pembinaan pengelolaan BMN seperti yang
tercantum.
Pembinaan dalam pengelolaan BMN dapat dilakukan dalam
berbagai
bentuk seperti pemberian pedoman, bimbingan, motivasi, supervisi,
konsultasi,
pendidikan dan pelatihan.
2.
Pengawasan dan Pengendalian
Pasal
75 PP No.6/2006 menyebutkan bahwa pengguna barangmelakukan pemantauan
penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan,pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan BMNyang berada di bawah penguasaannya. Kuasa
pengguna barang dan penggunabarang dapat meminta aparat pengawas fungsional
untuk melakukan audittindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban BMN. Hal ini
juga dilakukanoleh pengelola barang seperti yang tercantum dalam pasal 76 peraturan
ini.Pengawasan pada dasarnya merupakan bagian integral daripengendalian.
Sebagai bagian integral dari pengendalian, pengawasan dapatdilakukan melalui
pemantauan (monitoring) dan verifikasi. Sedangkanpengendalian juga dapat
dilakukan melalui pemeriksaan (audit), inspeksi, dan supervisi.
K. Penghapusan
1.Pengertian
Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 pasal
1 angka 14 mendefinisikan penghapusan
sebagai tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan surat
keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna dan atau Kuasa
Pengguna Barang dan atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan
fisik barang yang berada dalam penguasaannya.
2. Jenis Penghapusan
a.
Penghapusan dari daftar
barang Pengguna pada Pengguna Barang atau dari daftar barang Kuasa Pengguna
pada Kuasa Pengguna Barang;
b.
Penghapusan dari daftar
BMN pada Pengelola Barang.
3. Persyaratan penghapusan BMN selain tanah dan atau
bangunan
BMN
selain tanah/bangunan dihapuskan apabila memenuhi salah satu di antara kondisi sebagai berikut :
a.
Persyaratan teknis:
1)
Secara fisik barang
tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis bila diperbaiki;
2)
Secara teknis barang
tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi;
3)
Barang telah melampaui
Batas waktu kegunaannya/ kadaluarsa;
4)
Barang mengalami
perubahan dalam spesifikasi karena penggunaan, seperti terkikis, aus, dan
lain-lain sejenisnya;
5)
Berkurangnya barang
dalam timbangan/ukuran disebabkan penggunaan/ susut dalam
penyimpanan/pengangkutan.
b.
Secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi negara apabila barang dihapus, karena biaya operasional dan
pemeliharaan barang lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
c.
Barang hilang, atau
dalam kondisi kekurangan perbendaharaan atau kerugian karena kematian hewan
atau tanaman.
4 . Persyaratan
penghapusan BMN berupa tanah dan/atau bangunan
BMN
berupa tanah/bangunan dapat
dihapuskan apabila terpenuhi
salah satu kondisisebagai berikut :
- Barang
dalam kondisi rusak berat karena bencana alam atau karena sebab lain di
luar kemampuan manusia (force majeure)
- Lokasi
barang menjadi tidak sesuai dengan RUTR karena adanya perubahan tata ruang
kota.
- Barang
perlu dipidahtangankan agar dapat digantikan dengan barang sejenis yang
lebih besar untuk memenuhi kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas;
- Penyatuan
lokasi barang dengan barang lain milik negara dalam rangka efisiensi;
- Pertimbangan
dalam rangka pelaksanaan rencana strategis hankam.
5. Ketentuan
pelaksanaan Penghapusan.
- Penghapusan
BMN dari daftar barang pengguna dan/atau daftar barang kuasa pengguna
barang dilakukan dalam hal BMN sudah tidak berada dalam penguasaan
Pengguna. Barang dan atau Kuasa Pengguna Barang karena salah satu hal:
1)
penyerahan BMN kepada
Pengelola Barang,
2)
pengalihgunaan BMN
kepada Pengguna Barang lain,
3)
pemindahtanganan BMN
kepada pihak lain,
4)
putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya,
atau menjalankan ketentuan undang-undang,
5)
pemusnahan,
6)
sebab-sebab lain yang
secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan, antara
lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam,
kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk tanaman/hewan/ternak,
serta terkena dampak dari terjadinya force majeure.
- Penghapusan
dari daftar BMN pada Pengelola Barang dilakukan karena salah satu hal:.
1)
beralih kepemilikannya
karena terjadi pemindahtanganan.
2)
menjalankan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya
hukum lainnya.
3)
menjalankan ketentuan
undang-undang.
4)
Pemusnahan.
5)
sebab-sebab lain yang
secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab penghapusan, antara
lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, terkena bencana alam,
kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk tanaman/hewan/ternak,
serta terkena dampak dari terjadinya force majeure.
- Penghapusan
dilakukan setelah surat keputusan penghapusan diterbitkan oleh pejabat
yang berwenang, yaitu:
1)
Pengguna barang setelah
mendapat persetujuan dari PengelolaBarang, untuk penghapusan dari daftar barang
pengguna dan/atau daftar barang kuasa pengguna barang;
2)
Pengelola barang, untuk
penghapusan dari daftar BMN.
- Kendaraan
bermotor dinas operasional hanya dapat dihapuskan apabila telah
dipergunakan secara terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun:
1)
terhitung mulai
tanggal, bulan, tahun perolehannya untuk kendaraan baru
2)
terhitung mulai
tanggal, bulan, tahun pembuatannya untuk kendaraan selain tersebut
- Penghapusan
kendaraan bermotor dinas operasional dilakukan dengan syarat tidak akan
mengganggu penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kernenterian/ lembaga
yang bersangkutan.
6.
Penghapusan kendaraan
bermotor selain tersebut pada angka 7.4 dapat dilakukan apabila kendaraan
tersebut hilang, rusak berat karena kecelakaan dengan kondisi paling tinggi 30%
dengan keterangan dari Instansi yang kompeten.
7.
Penghapusan kendaraan
bermotor pada kantor perwakilan Indonesia di luar negeri mengikuti peraturan
negara setempat.
8.
Pemusnahan dapat
dilakukan dalam hal:
a.
Tidak dapat digunakan,
tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan
b.
Alasan lain sesuai
ketentuan perundang-undangan.
9.
Pemusnahan dilakukan
dengan cara:
a.
Dibakar
b.
Dihancurkan
c.
Ditimbun
d.
Ditenggelamkan dalam
laut
e.
Sesuai dengan ketentuan
peraturan Perundang-undangan.
10.
Prosedur Penghapusan
a.
Laporan/Usulan tentang
penghapusan barang milik negara oleh Unit Pemakai
barang/Bendaharawan barang
b.
Pembentukan Panitia
Penghapusan
c.
Penelitian dan
Penilaian Panitia Pengahapusan terhadap barang ybs. Hasil
penelitian ini kemudian dituangkan dalam Berita Acara Penghapusan
d.
Dikeluarkannya Surat
Keputusan penghapusan.
DAFTAR RUJUKAN
Permenkeu Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara.
Permenkeu Nomor 96/PMK.06/2007 tentang
Tata
Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan
dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN).
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2014