BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan
merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi,
tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Guna menyikapi tantangan globalisasi yang
ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam.
Sebuah
sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat
koordinasi yang tinggi. Untuk membantu para kepala sekolah di dalam
mengorganisasikan sekolah secara tepat, diperlukan adanya satu esensi pemikiran
yang teoretis, seperti kepala sekolah harus bisa memahami teori organisasi
formal yang bermanfaat untuk menggambarkan kerja sama antara struktur dan hasil
sekolah. Oleh sebab itu dikatakan bahwa” keberhasilan sekolah adalah sekolah
yang memiliki pemimpin yang berhasil..
Masalah
kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas,baik dari segi
komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi
keberlangungan suatu pendidikan. Persoalan yang muncul bisa sepontan, bisa
berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar
kepala sekolah , guru dan siswa.
Keberhasilan
pendidikan di sekolah juga sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah
dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan
kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan
kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan
lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa
2004:25). Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya
tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin
efektif dan efisien. Dalam perann
ya
sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan
dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud Pandangan
teori situasional Model Linkert?
2.
Bagaimana pandangan teori
situasional menurut Reddin?
3.
BagaimanaPandangan teori
situasional model Vroom Yetton?
4.
Apa yang dimaksud Pandangan
teori situasional Model Path-Goal(House)?
5.
Apa maksud Model Kontingensi
Oleh fiedler?
6.
BagaimanaModel situasional oleh
Hersey dan Blanchard?
C.Tujuan
1.
Mengetahui jenis kepemimpinan
di dalam lembaga atau organisasi
2.
Mengetahui peyelesaian masalah
organisasi dengan teori situasional.
3.
Mengetahui cara kepemimpinan
dengan berbagai model.
4.
Mengetahui cara mengembangkan
potensi Anggota.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori situasional
berasal dari pelawanan kaum psikologis dan sosiologis terhadap teori sifat. Ia
lebih menekankan pada analisis situasional. Para peneliti berusaha
mengidentifikasi karakteristik yang berbeda tentang keberhasilan pemimpin.
Mereka menyusun perangkat khusus situasi yang relevan untuk perilaku dan
performa pemimpin. Variabel yang dianggap sebagai determinan kepemimpinan,
meliputi :
1. Perangkat struktural organisasi (ukuran, struktur heirarkhis, dan
formalisasi).
2. Iklim organisasi (kekuatan posisi, tipe dan kesulitan tugas, dan
aturan prosedural).
3. Karakteristik bawahan ( pengetahuan dan pengalaman, toleransi
terhadap keragaman, tanggungjawab dan kekuasaan).
Pendapat lain menyatakan bahwa pengembangan teori situasional
merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori sebelumnya. Dasarnya
adalah teori kontingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnosa
situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat.
Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan. Yaitu : (1) kualitas pemimpin
dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2) kualitas
individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu
yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking and Boggardus, 1994
dalam Mustiningsih, 2013).
Empat dimensi situasi secara dinamis akan
memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang, yaitu :
1.
Kemampuan manajerial, meliputi
kemampuan sosial, pengalaman, motivasi, dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh organisasi.
2.
Karakteristik pekerjaan, tugas
yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat
kerjasama kelompok berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
3.
Karakteristik organisasi :
budaya organisasi, kebijakan, birokrasi, merupakan faktor yang berpengaruh pada
efektivitas pemimpinnya.
4.
Karakteristik pekerja :
kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan, akan berpengaruh pada
gaya memimpinnya (Shella, 2011 dalam Mustiningsih, 2013).
Seorang pemimpin harus merupakan seorang
pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan
dan tingkat kedewasaan bawahan (Duniabaca, 2011 dalam Mustiningsih, 2013).
Pemimpin idealnya memberikan pehatian kepada fakta bahwa terhadap bawahan yang
memiliki kematangan atau kemampuan dan komitmen berbeda seharusnya diterapkan
gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Misalnya setelah bawahan matang, maka
menghendaki gaya kepemimpinan yang berbeda dari para pemimpin mereka. Bawahan
yang tidak berpengalaman menghendaki perhatian terhadap tugas yang tinggi dari
pemimpinny. Seseoarang yang cukup matang menghendaki dukungan sosial dan
emosional (consideration) yang
tinggi. Sedangkan mereka yang telah matang sepenuhnya menghendaki baik initiating structure (task orientation) maupun
consideration (relation orientation) yang
rendah.
A.Pandangan teori
situasional Model Linkert
Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih,
2013) Ada 4 sistem kepemimpinan yang dikembangkan yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Otoritatif dan Eksploitif.
Pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan
memerintah para bawahan untuk melaksanakannnya. Standar dan metode pelaksanaan
juga secara kakunditetapkan oleh pemimpin.
Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini
antara lain:
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down.
a. Pimpinan menentukan keputusan
b. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
c. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
d. Komunikasi top down.
2. Sistem Otoritatif dan Benevolent.
Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas
mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
Ciri-ciri
dri sistem otokratis paternalistic atau otoriter bijak, antara lain.
a.
Pimpinan percaya pada bawahan
b.
Motivasi dengan hadiah dan
hukuman
c.
Adanya komunikasi ke atas
d.
Mendengarkan pendapat dan ide
bawahan
e.
Adanya delegasi wewenang
3. Sistem Konsultatif.
Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah
setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan dengan bawahan. Bawahan dapat
membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas.
Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Ciri-ciri sistem konsultatif antara lain:
a.
Komunikasi dua arah
b.
Pimpinan mempunyai kepercayaan
pada bawahan
c.
Pembuatan keputusan dan
kebijakan yang luas pada tingkat atas
4.
Sistem Partisipatif.
Adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara
bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan
keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang
membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat
dari anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer juga tidak hanya
mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan
kepeda bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
Ciri-ciri sistem partisipatorif antara lain.
a.
Team work
b.
Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
c.
Komunikasi dua arah (top down
and bottom up)
B. Pandangan teori
situasional menurut Reddin
Menurut Reddin
dalam wahjosumidjo (1992, h. 74) dinyatakan ada tiga pola dasar yang dapat
digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan yang biasa disebut dengan
Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi. Model tersebut antara lain sebagai
berikut.
1.
Berorientasi pada tugas (task
oriented).
Menurut Reddin, tipe seseorang pemimpin dapat dilihat dari
kualitas keinginannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan demikian ada
seorang pemimpin yang memiliki keinginan kuat untuk menyelesaikan pekerjaan
yang dihadapinya, namun ada pula pemimpin yang lemah hasratnya untuk
menyelesaikan tugas.
2.
Berorientasi pada hubungan (relationship oriented).
Reddin juga berpendapat bahwa tipe pemimpin dapat dilihat
juga dari kualitas perhatiannya terhadap hubungan dengan orang lain, baik dalam
hubungan dengan atasannya, dengan koleganya yang setingkat dan terutama dengan
bawahannya. Dengan demikian ada pemimpin yang mempunyai hubungan yang erat
dengan orang lain, dan ada pula yang hubungannya sangat bersifat formal.
3.
Berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented).
Reddin berpendapat bahwa komponen ketiga, yang menyebabkan
seorang pemimpin yang satu berbeda dengan pemimpin lainnya adalah kemauan untuk
memperoleh produktifitas yang tinggi. Dengan demikian ada seorang pemimpin yang
efektif sekali, dan ada pula pemimpin yang kurang efektif, dan ada pula
pemimpin yang tidak efektif sama sekali.
Kubus kepemimpinan
menurut W.J. Reddin. Berdasarkan ketiga dasar komponen tersebut Reddin membagi
kepemimpinan menjadi 8 tipe, antara lain.
1. Deserter
Tipe pemimpin yang kurang memperhatikan produksi maupun
terhadap orang orang yang melaksanakannya. Cara kepemimpinannya
tidak efektif.
2.
Bureaucrat
Tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan peraturan
perusahaan. Sekali peraturan ditetapkan, ia akan mematuhinya, terlepas apakah
peraturan itu tepat atau tidak. Karena itu seorang "bureaucrat" akan
cocok, kalau peraturan yang dibuat sudah benar. Gaya kepemimpinannya harus
mempunyai efektifitas saja.
3.
Missionary
Tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada yang
melaksanakannya. Gaya kepemimpinan ini condong pada manusia.
4.
Developer
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektifitas dan
hubungan baik dengan orang lain. Gaya kepemimpinannya efektif.
5.
Autocrat
Tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas saja
sedangkan perhatian terhadap orang yang melaksanakannya kurang. Gaya
kepemimpinannya condong kepada prestasi atau produksi.
6.
Benevolent autocrat
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan
efektifitas.
7.
Compromiseer
Tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan hubungan
baik dengan orang lain.
8.
Executive
Tipe pemimpin yang memiliki tiga sifat, yaitu orientasi pada
tugas, orientasi pada hubungan baik dan orientasi efektifitas. Gaya
kepemimpinan yang terbaik.
Tolok ukur dari
tiga dimensi dar Redin adalah Kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif.
1. Kepemimpinan tidak efektif:
a. Deserter (
pembelot ) b.
Autocrat ( Otokrasi )
c. Miiisionary (
pelindung ) d.
Compromiser ( Kompromis )
2. Kepemimpinanefektif
a. Bureaucrat ( birocrat ) b.
Developer ( pembangun )
c.Benevolent autocrat (
Otokrasi yang lunak) d.Axecitutive (
eksekutif )
C.Pandangan teori
situasional model Vroom Yetton
Menurut Mustiningsih (2013) salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin seringkali sangat
berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelaas bahwa komponen utama dari
efektivitas pemimpin adalah kemapuan mengambil keputusan yang sangat menentukan
keberhasilan yang melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu
membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding
dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik.
Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan
kepuasan kerja, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas. Partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan yang akan diberikan pemimpinnya.
Normative Theory dari Vroom & Yetton, yang membagi menjadi 5, yaitu :
1.
AI (Autocratic): leader solves problem or makes decision unilaterally,
using available information.
Membuat keputusa dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat
pada pemimpin.
2.
AII (Autocratic): leader obtain necessary information from
subordinates but then makes decision unilaterally.
Membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada
seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari
penyampaian informasi yang mereka berikan
3.
CI (Consultative): leader shares the problem with subordinates
individually, but then makes decision unilaterally.
Berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka ke dalam kelompok lalu membuat keputusan
4.
CII (Consultative): leader shares problem with subordinates in group
meeting but then makes decision unilaterally.
Berbagi akan masalah
dengan kelompok mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok
berlangsung, dan kemudian membuat keputusan
5.
GII (Group Decision): leader shares the problem with subordinates in
a group meeting; decision is reaches through discussion to consensus. Berbagai masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi
kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh
kelompok
D. Pandangan teori
situasional Model Path-Goal(House)
Teori kepemimpinan lain yang cukup banyak dikaji adalah path goal
theory. Teori ini didasarkan pada teori motivasi harapan . Teori ini secara
modern banyak dikembangkan oleh martin Evans dan Robert House ( Lunenburg dan
orstein, 2000). Menurut path goal theory dampak perilaku pimpinan terhadap
anggota, baik motivasi, kepuasan, dan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
situasi. Dalam menerapkan perilaku kepemimpinan untuk mencapai tujuan akhir
organisasi ada beberapa faktor moderator yang mempengaruhi dan menjadi jalur
untuk mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau
lingkungan kerja, untuk itu dalam upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka
perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan situasi lingkungan kerja.
Sebuah teori
kepemimpinan yang berfokus pada kebutuhan bagi pemimpin untuk membuat hadiah
tergantung pada pencapaian tujuan dan untuk membantu anggota kelompok dalam
mencapai penghargaan dengan menjelaskan tujuan dan jalan untuk menghilangkan
hambatan untuk kinerja. Menurut Teori path-goal ada empat gaya kepemimpinan.
1.
Kepemimpinan memberi petunjuk
atau arahan . Pemimpin member petunjuk atau menjelaskan tujuan dan memberikan
aturan-aturan dan peraturan khusus untuk membimbing bawahan untuk mencapai
tujuan itu.
2.
Kepemimpinan yang mendukung; Pemimpin
menampilkan kepedulian pada bawahan termasuk bersifat ramah kepada bawahan dan
peka terhadap kebutuhan mereka.
3.
Kepemimpinan berorientasi
prestasi, pemimpin menekankan pada pencapaian tugas-tugas yang sulit dan pentingnya performa yang baik dan secara
bersamaan menampilkan keyakinan bahwa bawahan akan kinerja baik.
4.
Kepemimpinan partisipatif,
pemimpin “berkonsultasi” dengan bawahan tentang pekerjaan tugas tujuan, dan
jalan untuk mencapai tujuan gaya kepemimpinan ini melibatkan berbagai informasi
serta “?konsultasi” dengan bawahan sebelum mengambil keputusan (Wiyono, 2013).
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model
teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and
environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1.Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan
masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a.
Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan
keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai
letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh
didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang
cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh
dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan
eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b.
Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk
menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism
yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive,
sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih
gaya kepemimpinan partisipatif.
c.
Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman
bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan
pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah
menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang
tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan
dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung
memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang
mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2.Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal
menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para
bawahan, jika:
a. Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan
memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b. Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang
dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan
terdiri dari tiga hal, yaitu:
a. Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan
kepemimpinan yang direktif.
b. Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan
dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
c. Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi
kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Masing-masing
tipe kepemimpinan dapat diterapkan
secara efektif dalam situasi yang tepat. Faktor situasi tersebut
diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor yang berkaitan dengan anggota
meliputi kemampuan locus of control, kebutuhan, dan dorongan, sedangkan
faktor-faktor yang berkaitan dengan anggota meliputi kemampuan, locus of control, kebutuhan dan
dorongan sedangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan kerja
meliputi tugas,kelompok kerja dan sistem kewenangan formal. Misalnya
kepemimpinan dengan perilaku partisipatif diberikan kepada bawahan dengan:locus of control tinggi, kebutuhan
tinggi pada otonomi, tanggung jawab dan aktualisasi diri tinggi, serta tidak
ada kepastian tinggi dalam pelaksanaan tugas.
Perilaku supportif diberikan kepada bawahan dengan sel- esteem dan afiliasi tinggi, tugas terstuktur, tugas dengan stess tinggi.
Perilaku direktif apabila bawahan
dengan kemampuan kurang, kebutuhan tinggi pada rasa
aman, serta tugas
terstuktur.
|
Hubungan antara tipe
kepemimpinan, faktor-faktor moderator dan hasil akhir yang dicapai tersebut dapat
disajikan dalam Gambar berikut ini.
|
|
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas,
dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut,
seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau
bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan
mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan
pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang
sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan
dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi
yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi,
tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
E.
Model Kontingensi Oleh fiedler
Menurut danim (2012) teori
kontingensi atau Contigency theory beranjak daei asumsi bahwa gaya kepemimpinan
dalam pembuatan keputusan mondar-mandir dari situasi ke situasi yang lain dan
itu dipandang sebagai cara terbaik untuk mengatur. Teori kontingensi melampaui
pendekatan situasional, yang mengamati bahwa semua faktor harus dipertimbangkan
dan untuk menunjukkan bagaimana mengelola ketika faktor-faktor kunci tersebut
hadir. Pilihan manajer tergantung pada tiga faktor kunci berikut.
1.
Kekuatan pada manajer. Kekuatan
pada manajer mengandung makna nilai manajer, kepercayaan bawahan kecenderungan
kepemimpinan, dan perasaan aman dalam situasi yang tidak pasti.
2.
Kekuatan pada bawahan. Kekuatan
pada bawahan mengandung makna eksopetasi, kebutuhan akan kemerdekaan, kesiapan
untuk pembuatan keputusan dan impilkasinya pada tanggung jawab toleransi
teehadap ambiguitas dalam difinisi tugas minat terhadap masalah, kemampuan
untuk memahami dan mengidentifikasikan tujuan organisasi, pengetahuan dan
pengalaman untuk menangani masalah.
3.
Kekuatan pada situasi,
tergantung pada jenis organisasi,efektivitas kelompok, masalah tugas itu
sendiri, dan tekanan waktu.
Pada sisi lain,
telah muncul tanggapan bahwa telah diyakini oleh sejumlah pakar dan peneliti
bahwa seorang pemimpin yang baik menggunakan
semua gaya tergantung pada kekuatan apa yg terlibat antara lain
pengikut, pemimpin, dan situasi. Alur gerakan itu sangat ditentukan disamping
oleh situasi juga atas dasar pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
pemimpin atau pengikutnya. Beberapa contoh disajikan berikut ini.
1.
Menggunakan gaya otoriter pada
karyawan baru yang belajar bekerja. Dia tampil laksana pemimpin yang kompeten
dan pelatih yang baik. Karyawan termotivasi untuk belajar keterampilan baru,
situasi adalah lingkungan yang baru bagi karyawan.
2.
Gaya paternalistik, yang
kemudian dikenal dengan paternalisme bermakna sebuah sistem dimana wewenang
menyanggupi untuk memasok kebutuhan atau mengatur perilaku orang-orang dibawah
kendali dalam masalah-masalah yang mempengaruhi mereka sebagai individu maupun
dalam hubungan mereka kepada penguasan dan kepada satu sama lain. Jadi
patternalisme merupakan pasokan kebutuhan bagi orang-orang dibawah perlindungan
atau control. Pertama diarahkan ke dalam, sedangkan yang terakhir diarahkan kea
rah luar.
3.
Gaya partisipatif digunakan
pada sebuah tim pekerja yang mengetahui pekerjaan mereka. Pemimpin tahu
masalah, tetapi tidak memiliki semua informasi. Karyawan mengetahui pekerjaan
mereka dan ingin menjadi bagian dari tim.
4.
Gaya kepemimpinan delegatif
digunakan seseorang dengan pekerja yang tahu lebih banyak tahu tentang
pekerjaan daeipada pemimpinya sendiri. Pemimpin tidak dapat melakukan semuanya
. Kebutuhan karyawan untuk mengambil andil besar dari pekerjaanya. Selain itu,
tuntutan situasi mungkin memaksa pimpinan berada di tempat atau melakukan
hal-hal lain.
5.
Gaya kepemimpinan Demokratisasi
mengedepankan
msuyawarah untuk mencapai mufakatt, pendekatan kerja dari, oleh, dan untuk
kepentingan bersama. Gaya ini dipakai jika tersedia wahana dan waktu untuk itu.
Fielder cukup terkenal dengan teori kepemimpinan model kontigensi yang
dalam literatur disebut sebagai Fielder’s
Contigency Model. Dalam model ini pemimpin dipandang akan efektif bila
menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi yang ditentukan oleh 3
faktor utama.
1. Hubungan pemimpin-anggota. Sifat dari hubungan
antar pribadi pemimpin dan pengikut, dinyatakan dalam istilah baik atau buruk. Kepribadian
keduanya memainkan peran penting dalam variabel ini.
2. Striktur tugas. Sifat tugas yang digambarkan
sebagai terstruktur atau tidak, berhubungan dengan kebebasan kreatif yang
memungkinkan bawahan untuk menyelesaikan tugas dan bagaimana tugas didefinisikan.
3. Posisi kekuasaan. Sejauh mana posisi pemimpin itu
sendiri memungkinkan untuk mendapatkan anggota kelompok mematuhi dan menerima
arah kepemimpinannya.
F. Model situasional oleh
Hersey dan Blanchard
Dengan
mempertimbangkan dua orientasi perilaku kepemimpinan, hersey dan blanchard
dalam Wiyono (2013) mengembangkan teori kepemimpinan situasional. Kondisi
anggota organisasi dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu rendah motivasi
dan kemampuan, tinggi motivasi dan rendah kemampuan, tinggi kemampuan dan
rendah motivasi, serta tinggi kemampuan dan tinggi motivasi. Untuk itu, ada
empat gaya yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi bawahan, yaitu :
1.
Gaya kepemimpinan direktif (directing), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi tinggi terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan manusia.
2.
Gaya kepemimpinan konsultasi (coaching), adalah gaya kepemimpinan yang
berorientasi tinggi terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan manusia.
3.
Gaya kepemimpinan partisipasi (supporting), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi rendah terhadap tugas dan tinggi terhadap hubungan manusia.
4.
Gaya kepemimpinan delegatif (delegating), adalah gaya kepemimpinan
yang berorientasi rendah terhadap tugas dan rendah terhadap hubungan manusia.
Keberhasilan
kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh perilaku pemimpin tetapi juga
faktor-faktor situasional organisasi, seperti jenis pekerjaan, lingkungan
organisasi, dan karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi. Tidak
ada satu gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk semua organisasi.
Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan
karakteristik organisasi, terutama kematangan bawahan. Harsey dan blanchard
dalam Wiyono (2013) mengidentifikasi dua aspek kematangan bawahan, yaitu
kematangan kerja (job maturity) dan
kematangan psikologi (psychological
maturity). Kematangan kerja mengacu pada kematangan atau kemampuan dalam
melaksanakan tugas, yang dipengaruhi dari aspek pendidikan dan pengalaman.
Sedangkan kematangan psikologi mengacu pada tingkat motivasi yang direfleksikan
dengan tanggung jawab atau kemauan dalam melaksanakan tugas.
Keberhasilan
kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang ditampilkan pimpinan
dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku yang ditampilkan mentransformasi
nilai kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu teori
kepemimpinan adalah kepemimpinan transformasional.
BAB III
PENUTUP
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian singkat makalah yang telah kelompok
kami sajikan diatas, maka sebagai kesimpulannya akan kami sampaikan beberapa
hal diantaranya adalah sebagai berikut:
Secara garis besar kepemimpinan kontinum dipengaruhi
oleh tiga bidang yaitu: bidang pengaruh pimpinan, bidang pengaruh kebebasan
bawahan, dan bidang situasi yang mempengaruhi pembuatan keputusan. Ketiga hal
tersebut berperan aktif terhadap pemimpin dalam membuat keputusan.
Kepemimpinan grid, Dalam
pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi
di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid menekankan
bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan
produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa
banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan
bawahan.
Kepemimpinan tiga dimensi, Reddin menyatakan ada tiga
pola dasar yang dapat dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan,
yaitu: Berorientasi pada tugas (task
orriented), Berorientasi pada hubungan (relationship orriented),
Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented).
Kepemimpinan situasional, Teori ini menyatakan bahwa
keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan
dan kematangan) anggota organisasi atau bawahan dalam menerima atau menolak
pemimpin
DAFTAR
RUJUKAN
Danim,
S. 2012. Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional dan Mitos.
Bandung: Alfabeta.
Kurnia, N. 2009. Teori Kepemimpinan; Teori Kepempimpinan Situasional
Fiedler Model Kepemimpinan Normatif Menurut Vroom dan Yetton, Path Goal Theory
dalam Kepemimpinan, (Online) (http://ninda-psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-kepemimpinan-teori-kepemimpinan.html), diakses 2 September 2015.
Meilana,I. 2013.Teori Kepemimpinan Likert,
(Online), (https://ikachessmeilana.wordpress.com/2013/06/02/teori-kepemimpinan-likert/),diakses
2 September 2015.
Mustiningsih.
2013. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan.
Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Wiyono,
B.B. 2013. Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah (Konsep, Pengukuran dan Pengembangannya). Malang: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar