Rabu, 30 Maret 2016

INSTRUMEN EVALUASI TEKNIK TES

A. Pengertian Tes
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Sebagaimana dikemukakan Sax dalam Arifin (2012) bahwa “a test may be defined as a task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik simpulan-simpulan tertentu terhadap peserta didik.
Sementara itu, S. Hamid Hasan dalam Arifin (2012) menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan”. Rumusan ini lebih terfokus kepada tes sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan hanya ada dalam prosedur penelitian, tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi. Dengan kata lain, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara lain tes. Tes dapat berupa pertanyaan. Oleh sebab itu, jenis pertanyaan, rumusan pertanyaan, dan pola jawaban yang disediakan harus memenuhi suatu perangkat kriteria yang ketat. Demikian pula waktu yang disediakan untuk menjawab soal-soal serta administrasi penyelenggaraan tes diatur secara khusus pula. Persyaratan-persyaratan ini berbeda dengan alat pengumpul data lainnya.
Dengan demikian, tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Artinya, fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.
Teknik tes adalah teknik evaluasi pembelajaran yang menggunakan instrumen tes sebagai instrumen atau alat ukur dalam evaluasi. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang diberikan kepada siswa untuk memperoleh informasi tentang kemampuan, penguasaan atau aspek-aspek lain yang sejenis berdasarka ketentuan yang benar. Umar dkk dalam Wiyono dan Sunarni (2009) mengatakan tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau peryataan yang harus dipilih/ ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites.

B. Jenis-jenis Tes
Ada beberapa jenis tes ditinjau dari beberapa segi. Jenis-jenis tes tersebut dapat diklarifikasi sebagai berikut:
1.      Berdasarkan aspek kepribadian yang diukur, tes dibedakan atas:
a.       Tes prestasi belajar (Achievement test) menurut Imron (2011) adalah suatu tes yang dimaksud unntuk mengukur perolehan belajar testee setelah yang bersangkutan melaksanakan akttivitas belajar yang dirancang oleh guru. Tes prestasi biasanya didesain untuk mengukur pengetahuan  atau keterampilan seorang individu pada suatu materi yang telah dipelajari atau diajarkan.
b.      Tes intelegensi (Intelligence test) adalah tes yang bermaksud untuk mengkur kemampuan umum atau kecerdasan yaang dimiliki oleh testee. Tes ini disusun dan dikembangkan untuk mengetahui kemampuan dasar individu secara umum. Biasanya tes dirancang untuk mendapatkan angka global tunggal ukuran tingkat perkembangan kognitif umum individu. Keluaran angka ini kemudian sering disebut sebagai Intelligence Quotient (IQ).
c.       Tes bakat (Aptitude test) menurut Imron (2011) adalah tes yang dimaksud untuk mengkur kemampuan khusus atau bakat testee. Menurut Kato (2015) Melalui tes bakat, maka variasi intraindividual dapat terlihat di dalam individu. Tes bakat dapat membandingkan posisi relatif individu pada subtes-subtes yang berbeda, yang mana tes inteligensi tidak dirancang untuk kegunaan ini. Dalam tes inteligensi, memang bias jadi terdapat banyak subtes, akan tetapi subtes atau kelompok item yang ada seringkali tidak reliable untuk mendukung pembandingan intra individu. Hal ini dikarenakan dalam penyusunan tes inteligensi memang item dan subtesnya biasanya dipilih untuk menghasilkan ukuran tunggal dan konsisten secara internal. Dalam prosesnya, usaha ditujukan untuk meminimalkan, bukan memaksimalkan variasi intra individual. Subtes-subtes dan item-item yang korelasinya rendah dengan subtes dan item lain dalam skala biasanya justru dihilangkan. Padahal bagian ini justru mungkin akan dipertahankan bila penekanannya pada variasi intraindividual atau diferensiasi kemampuan individual seperti pada tes bakat.
d.      Tes minat (Interest) menurut Imron (2011) adalah suatu tes yang dimaksudnkan untuk minat seseorang akan suatu pekerjaan tanpa mempertimbangkan apakah pekerjaan tersebut mengunntungkan secara finansial atau tidak.
e.       Tes sikap (Attitude test) yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.
f.       Tes fisik (Physical test) adalah suatu instrument yang digunakan untuk mendapatkan suatu informasi tentang individu, dengan tes ini peserta akan mendapatkan informasi mengenai kebugaran tubuhnya.
g.      Kepribadian (Psycho test) dimaksudkan utuk mengetahui seberapa peserta tes mempunyai integritas dan konsistensi.

2.      Berdasarkan scope sasaran yang diukur, tes dapat dibedakan atas:
a.    Tes performansi maksimum (Maximum performance test) adalah mengukur seluruh kemampuan siswa dan seberapa baik dapat melakukannya. Dalam hal ini pertanyaan (tugas) yang diberikan harus jelas struktur dan tujuannya, serta arah jawaban yang dikehendakinya. Di sini ada jawaban betul dan salah, misalnya: tes kemampuan/bakat, dan tes hasil belajar.
b.    Typical performance tes (Typical performance test), mengukur kecenderungan reaksi atau perilaku individu dalam situasi tertentu. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar – salah, misalnya: tes kepribadian, sikap, minat (Joesmani dalam Tarsidi)

3.    Berdasarkan tujuan evaluasinya, tes dapat dibedakan atas:
a.    Tes Diagnostik(DiagnosticTest)
Menurut Sukardi (2010:48-49) tes diagnostik digunakan untuk mengetahui sebab kegagalan peserta didik dalam belajar. Oleh karena itu dalam menyusun butir-butir soal seharusnya menggunakan item yang memiliki tingkat kesukaran rendah.
Tes diagnostik dapat digunakan untuk kepentingan lain sesuai dengan terapi yang ingin dilakukan terhadap peserta didik, antara lain adalah:
1)   diagnostik untuk kepentingan seleksi,
2)   diagnostik untuk kepentingan pemilihan jabatan dan lapangan studi,
3)   diagnostik untuk kepentingan psikoterapi, dan
4)   diagnostik untuk kepentingan bimbingan dan penyuluhan dalam belajar (Sumadi Suryabrata, 1984:43).
Tes diagnostik untuk kepentingan seleksi dapat digunakan dalam satu lembaga pendidikan bermaksud menerima murid baru secara terbatas, sedangkan pelamar lebih dari yang dibutuhkan, untuk menerima murid tersebut diadakan seleksi guna memilih calon yang terbaik. Namun untuk menentukan tepat tidaknya seorang pelamar diterima sebagai murid pada lembaga pendidikan yang menggunakan tes diagnostik, dasarnya tidak hanya kemampuan intelektual, melainkan kesesuaian antara beberapa ciri kepribadian, kemampuan dasar yang dimiliki dengan sifat lembaga pendidikan tersebut.
Sedangkan tes diagnostik untuk kepentingan pemilihan jabatan atau lapangan studi, dapat digunakan asumsi bahwa tidak semua manusia memiliki kemampuan, kecenderungan, bakat, dan keahlian yang sama. Seseorang dapat berhasil dalam usahanya, baik dalam pendidikan maupun pekerjaan, adalah apabila pekerjaan itu sesuai dengan minat, kecenderungan, keahlian, dan keterampilan yang sudah dimilikinya. Oleh karena itu untuk dapat mendiagnosis kesesuaian tersebut diperlukan tes diagnostik yang dirancang khusus untuk itu.
b. Tes Penempatan(PlacementTest)
Menurut Thoha (2003) tes penempatan adalah tes untuk mengukur kemampuan dasar yang dimiliki oleh anak didik; kemampuan tersebut dapat dipakai meramalkan kemampuan peserta didik pada masa mendatang, sehingga kepadanya dapat dibimbing, diarahkan atau ditempatkan pada jurusan yang sesuai dengan kemampuan dasarnya. Tes penempatan (placementtest) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1)   Readinesstest, ismeasurestheextenttowhichan individual has achieveda degreeofmaturityoracquiredcertainskillorinformationneededforundertakingsuccessfullysomenewlearningactivity (Stanley and Kenneth, 1978:455). Penyusunan item tes ini hendaknya menggunakan taraf kesukaran yang relatif rendah, tetapi penilaiannya menggunakan acuan patokan. Sedangkan kriteria keberhasilannya adalah sejauh mana peserta didik berhasil menguasai sejumlah pre-requisitentryskill tiap mata pelajaran atau program pendidikan tertentu. Manfaat yang diperoleh dari tes ini dapat untuk memperbaiki kualitas masukan, dapat digunakan untuk mengukur kelebihan serta kekurangan proses belajar-mengajar sebelumnya.
2)   Placementpre-test, tes ini pengukurannya ditekankan untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan calon peserta didik terhadap tujuan, materi yang akan ditempuh. Oleh karena itu penyusunannya menggunakan tingkat kesulitan item secara merata, pengolahan hasil tes menggunakan acuan kelompok. Sasaran utamanya membuat perencanaan yang realistis dalam memberikan bimbingan, pengarahan kepada peserta didik untuk menghadapi program pendidikan yang akan dilaluinya, khususnya bimbingan belajar dan penempatan peserta didik pada program tersebut.
c. Tes Seleksi (SelectionTest)
Tes seleksi dalam Matondang adalah penilaian acuan kriteria. Menurut Poerwati dan Masduki tes seleksi diselenggarakan untuk memilih peserta guna diikutsertakan dalam kegiatan yang menuntut kemampuan tertentu. Penentuan jenis kemampuan dan tingkat penguasaan pada tes seleksi, sepenuhnya tergantung pada kebutuhan akan kemampuan yang dibutuhkan untuk dapat mengikuti kegiatan. Dengan demikian, berdasarkan hasil tes seleksi seseorang dapat dinyatakan diterima atau berhasil dan tidak diterima atau tidak lolos untuk mengikuti program kegiatan yang direncanakan. Menurut Arifin (2012) dalam kegiatan seleksi, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai peserta didik untuk jenis pekerjaan, jabatan atau pendidikan tertentu.
d. Tes Formatif(FormativeTest)
Menurut Sukardi (2010:58) evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Evaluasi formatif dilakukan secara periodik melalui blok atau unit-unit alam proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun strategi pengajaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan evaluasi ini dapat dilakukan secara kontinu atau periodik tertentu dalam suatu proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik di sini, yaitu termasuk pada awal, tengah. Atau akhir dari proses pembelajaran. Fokus evaluasi berkisar pada pencapaian hasil belajar mengajar pada setiap unit atau blok material yang telah direncanakan untuk dievaluasi. Informasi yang diperoleh dari evaluasi formatif ini secepatnya dianalisis guna memberikan gambaran kepada guru atau administrator, tentang perlu tidaknya dilakukan program-program perbaikan bagi para siswa yang memerlukan.
e. Tes Sumatif(SumativeTest)
Tes ini disebut tes akhir semester atau evaluasi belajar tahap akhir (EBTA). Tes ini bertujuan mengukur keberhasilan belajar peserta didik secara menyeluruh, materi yang diujikan seluruh pokok bahasan dan tujuan pengajaran dalam satu program tahunan atau semesteran, masing-masing pokok bahasan terwakili dalam butir-butir soal yang diujikan. Hasil evaluasi sumatif dipakai untuk membuat keputusan penting bagi peserta didik, misalnya penentuan kenaikan kelas, kelulusan sekolah, dan membuat keputusan lainnya yang terkait dengan kepentingan peserta didik. Standar yang digunakan untuk menentukan kualitas hasil evaluasi sumatif menggunakan acuan kelompok. Namun dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan acuan lain seperti acuan patokan, atau acuan nilai.

4.    Berdasarkan penekanan aspek yang diukur, tes dapat dibedakan atas:
a.    Tes Diagnostik(DiagnosticTest)
Menurut Arifin (2012) diagnostik yaitu penilaian yang berfungsi mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan atau pendukung keberhasilan dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penilaian diagnostik ini, dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan pendukung keberhasilan dalam pembelajaran, dapat dilakukan secara perorangan melalui teknik evaluasi diri atau dapat juga dilakukan secara kelompok bersama guru sejawat lainnya yang mengajar bidang studi serumpun. Informasi yang diperoleh dari hasil evaluasi (perorangan atau kelompok) harus akurat agar identifikasi yang dilakukan juga akurat.
Hasil evaluasi yang dilakukan memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurang cermat dalam menganalisis hasil penilaian, kurang tepat memberikan makna atau penafsiran, dan kurang tepat menjelaskan hasil penilaian. Kelemahan ini dapat diatasi dengan cara melakukan  evaluasi secara kelompok atau meminta bantuan orang lain yang paham tentang pembelajaran, sehingga proses identifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan faktor-faktor pendukung keberhasilan menjadi lebih tajam, akurat dan komprehensif.
b.    Tes Prognostik (PrognosticTest)
Tes ini didesain untuk memprediksi karakteristik siswa dalam sekolah khusus. Tes ii memiliki fungsi yang sama seperti tes aptitude yang berfungsi untuk memprediksi prestasi, misalnya untuk mengetes kemampuan siswa TK atau siswa kelas pertama dalam membaca untuk memprediksi apakah anak tersebut sudah dapat membaca atau belum. Untuk anak-anak SMU tes prognostik ini dalam bentuk matematika (geometri) dan bahasa asing. Disesain untuk memprediksi kesiapan subjek dalam menerima pelajaran.
c.    Tes Kecepatan (SpeedTest)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testee) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab dan menyelesaikan seluruh tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan, misalnya tes intelegensi dan tes keterampilan bongkar pasang suatu alat.
Menurut Arifin (2012) aspek yang diukur dalam tes kecepatan adalah kecepatan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu pada waktu atau periode tertentu. Pekerjaan tersebut biasanya relatif mudah, karena aspek yang diukur benar-benar kecepatan bekerja atau kecepatan berpikir peserta didik, bukan kemampuan lainnya.
d.   Tes Kekuatan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bias berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relative sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.

5. Berdasarkan Cara Pembuatannya, Tes dapat Dibedakan atas:
a. Tes Standar (Standardized Test)
Pengertian tes standar secara sempit adalah tes yang disusun oleh satu tim ahli, atau disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara profesional. Tes tersebut diketahui memenuhi syarat sebagai tes yang baik; yakni diketahui validitas dan reabilitasnya baik validitas rasional maupun empiric, reabilitas dalam arti teruji tingkat stabilitas, maupun homoginitasnya. Tes ini dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama, dapat diterapkan kepada beberapa obyek mencakup wilayah yang luas.
Menurut Arikunto dalam Thoha, kegunaan tes standar adalah sebagai berikut:
1)   Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individual atau kelompok,
2)   Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk individu atau kelompok,
3)   Membandingkan prestasi siswa berbagai sekolah dan kelas,
4)   Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode atau waktu tertentu.


b. Tes Nonstandar (Unstandardized Test)
Tes nonstandar adalah kebalikan tes standar, yaitu tes yang disusun oleh seorang pendidik yang belum memiliki keahlian profesional dalam penyusunan tes, atau mereka yang memiliki keahlian tetapi tidak sempat menyusun tes secara baik, mengujicobakan, melakukan analisis sehingga validitas dan reabilitasnya belum dapat dipertanggungjawabkan.
Tes buatan guru memang memiliki beberapa kekhususan, bisa jadi syarat kualitatif belum terpenuhi, tetapi ia memiliki kelebihan yaitu lebih cocok untuk mengukur hal-hal khusus yang tidak dapat distandarisasikan, seperti tes formatif dan tes diagnostik. Sebab tes ini dirancang sesuai dengan keadaan peserta didik, PBM pada suatu tingkat dan lembaga pendidikan tertentu.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini disajikan tabel perbandingan antara tes standar dan tes nonstandar:
Tes Standar
Tes Nonstandar
1.      Didasarkan atas bahan dan tujuan umum pendidikan di seluruh negara.
1.      Didasarkan atas bahan dan tujuan yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.
2.      Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau topik.
2. Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan keterampilan yang sempit.
3.  disusun dengan kelengkapan staf, professor, pembahasan, dan editor butir tes.
3. Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain.
4.   Menggunakan butir tes yang sudah diujicoba-kan, dianalisis dan direvisi sebelum diujikan.
4. Jarang menggunakan butir-butir yang sudah diujicobakan, dianalisis dan direvisi.
5.    Mempunyai reabilitas yang tinggi.
5.   Mempunyai reabilitas sedang atau rendah.
6. Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh Negara
6.   Norma kelompok terbatas kelas tertentu.
(Thoha, C. 2003:52-53)

6. berdasarkan cara mengerjakannya, tes dapat dibedakan atas:
a. Tes Tertulis (Written Test)
Menurut Thoha (2003:54-55), tes tertulis termasuk dalam kelompok tes verbal, ialah tes yang soal dan jawabannya diberikan oleh siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah besar peserta didik dalam tempat yang terpisah dalam waktu yang sama. Dalam tes tertulis, peserta didik relatif memiliki kebebasan untuk menjawab soal, sebab tidak banyak pengaruh kehadiran pribadi pendidik dalam soal tersebut, sehingga secara psikologis peserta didik lebih bebas tidak terikat.
Tes tertulis tetap memiliki kekurangan antara lain belum tentu cocok mengukur ranah psikomotor, mengukur ranah afektif pada tingkat karakterisasi. Disamping itu apabila tidak menggunakan bahasa yang tegas dan lugas dapat mengundang pengertian ganda, berakibat jawaban yang ditulis oleh peserta didik salah, demikian pula dalam mengambil kesimpulan.
b. Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan ialah tes yang soal dan jawabannya menggunakan bahasa lisan. Bilamana seorang pendidik akan melakukan tes lisan, perlu dipersiapkan:
1)   Pertanyaan dengan jumlah banyak dan diklasifikasikan menurut pokok bahasan dan tingkat kesukaran soal.
2)   Setiap peserta didik diberi waktu yang sama, jumlah soal yang sama, dan tingkat kesukaran yang sama.
3)   Menyiapkan lembar penilaian yang mencakup aspek yang ditanyakan dan tingkat kesukaran soal.
4)   Menyiapkan pedoman skoring dan pengkodean jawaban, sehingga pendidik dapat melakukan pencatatan secara singkat, rahasia, dan tepat pada setiap jawaban yang muncul.
5)   Penentuan nilai akhir dilakukan setelah ujian selesai diusahakan untuk diperbadingkan dengan peserta yang lain.
6)   Sebaiknya dalam pelaksanaannya pendidik berfungsi sebagai penggali informasi, bukan hakimyang mengadili dan bukan pula guru yang sedang mengajar di kelas, sehingga tidak salah menempatkan diri.
Dari segi persiapan dan cara bertanya tes lisan dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1)      Tes Lisan Bebas
Artinya, pendidik dalam memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan secara tertulis.
2)      Tes Lisan Berpedoman
Pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Dalam tes bebas, dialog terjadi lebih orisinal tidak terikat formalitas, namun sering jawaban lupa tidak dicatat. Sedangkat kalau dengan pedoman, pertanyaan terarah, jawaban lebih mudah dicatat dan diseragamkan skoringnya (Thoha, C. 2003:60-61).
c. Tes Tindakan (Performance Test)
Menurut Thoha (2003:63-64), tes tindakan adalah tes di mana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut. Tes ini digunakan untuk mengukur perubahan sikap peserta didik, kemampuan dalam meragakan atau mengaplikasikan jenis keterampilan tertentu.
Bentuk tes ini berupa petunjuk-petunjuk atau perintah-perintah baik secara lisan atau secara tertulis, dapat berupa penyediaan situasi di mana peserta didik diminta untuk bereaksi terhadap situasi tersebut, baik dengan disengaja ataupun tidak. Tes ini dikembangkan antara lain dalam bentuk tes:

1)   Tes Tindakan Berpedoman
Tes tindakan berpedoman, maksudnya adalah dalam melakukan observasi, termasuk dalam memberikan perintah kepada peserta didik, pendidik menggunakan pedoman tertulis, sehingga setiap peserta didik memperoleh tugas yang sama, baik dari volume, tugas, ataupun tingkat kesukaran tugas tersebut.
2)   Tes Tindakan Tidak Berpedoman
Tes tindakan tidak berpedoman, artinya dalam memberikan tugas kepada peserta didik, pendidik tidak menggunakan pedoman tertulis. Pendidik secara langsung melakukan perintah dan tidak dilengkapi dengan alat observasi tertulis.
Dari segi keterlibatan pendidik tes tindakan dapat dibedakan:
a.     Tes Tindakan yang Partipatif
Tes tindakan yang partisipatif, yakni pada saat pedidik melakukan penilaian ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan peserta didik, sehingga dapat menghayati kualitas perilaku peserta didik.
b.    Tes Tindakan yang Tidak Partisipatif
Tes tindakan yang dilakukan tanpa partisipasi artinya, pendidik memisahkan diri dan mengambil jarak dengan peserta didik, pendidik hanya sebagai pengamat. Dari satu sisi cara ini memberikan waktu dan kesempatan cukup kepada pendidik untuk melakukan pengamatan dengan baik, tetapi di sisi lain menyebabkan gerakan peserta didik menjadi kaku; sebab situasi tes berlangsung sangat formal, gerakan yang bersifat reflaktif sulit muncul pada situasi yang dibuat secara sengaja.

7. berdasarkan jumlah testee yang mengerjakannya, tes dapat dibedakan atas:
a. Tes Individual (Individual Test)
Tes individual biasanya digunakan untuk asesmen individual mendalam. Tes individu pada dasarnya memiliki beberapa jenis-jenis tes yang mencakup pada individual, dianatara lain tes kepribadian, tes intelegensi, tes kemampuan, dll. Semua tes ini menggambarkan karakteristik seseorang dalam berbagai aspek yang diukur melalui tes yang dinginkan dari salah satu jenis tes individual ini. (Ardiantari, 2014)
b. Tes Kelompok/ Klasikal (Classical Test)
Tes kelompok diberikan tester pada sekelompok testee. Tes klasikal biasanya digunakan untuk seleksi karyawan, seleksi siswa, untuk tujuan riset, screening, dsb. (Ama, 2014)
Perbedaan khusus dalam rancangan tes:
1)   Tes kelompok berbeda dengan tes individu dalam hal bentuk ataupun susunan butir butir soal (item).
2)   Tes kelompok dan tes individu dalam hal kontrol atas kesulitan soal.
3)   Dalam tes kelompok soal soal dengan isi yang sama, diatur dengan tingkat kesulitan dalam pelaksanaan tes yang diukur secara terpisah berdasarkan waktu. tetapi satu kesulitan praktis yang dihadapi jika tes dilakukan terpisah yaitu penguji yang kurang berpengalaman atau kurang cermat bisa melakukan kesalahan perhitungan waktu. kesalahan tersebut lenih mungkin terjadi pada waktu yang singkat dibandingkan waktu tes yang panjang.

8. Berdasarkan waktu penyelenggaraannya, tes dapat dibedakan atas:
a. Tes Terjadwal (Regular Test)
Tes terjadwal adalah tes yang dilakukan pada waktu yang sudah direncanakan atau sudah di jadwalkan.
b. Tes Tak Terjadwal (Irregular Test)
Tes tak terjadwal adalah tes yang dilaksanakan dalam waktu yang tidak dijadwalkan (sewaktu-waktu).

9. Berdasarkan cara interprestasi, dibedakan atas :
a. Penilaian Acuan Patokan (Criterion Referenced Test)
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional (Sukardi, 2010).
b. Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Test)
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya (Sukardi, 2010).

10. Berdasarkan Bentuk Evaluasi Dibedakan Atas:
a.    Tes Subjektif (Subyective Test)
Menurut Imron (2011) yang dimaksud dengan tes subjektif adalah suatu tes dimana peserta didik harus mengerjakan dengan memberi uraian atas soal-soal yang di teskan. Menurut Wiyono dan Sunarni (2009) tes subyektif digunakan untuk menelaah siswa dalam mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan ide dengan kalimatnya sendiri atau mengemukakan ide dengan kalimatnya sendiri atau mengemukakan penalarannya. Ruang lingkup tes subyektif cenderung terbatas, namun bisa untuk mengungkapkan kemampuan siswa secara dalam. Menurut grounlund dalam Sukardi (2010) tes subyektif terdiri atas:
1)   Tes Essai Bebas (Extended Response Essai)
Disebut juga dengan tes esai dengan jawaban panjang, apabila dalam aplikasi tes memerlukan jawaban siswa secara luas. Evaluator memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan jawaban secara tuntans, dan jelas. Siswa juga diberikan kesempatan untuk menuangkan ide tersebut menjadi satu kesatuan sehingga mudah dipahami.
2)   Tes Essai Terbatas (Restriced Response Essai)
Apabila dalam menjawab para siswa hanya diminta menguraikan ide-idenya secara singkat dan tepat sesuai dengan spasi atau ruang yang disediakan oleh evaluator. Jawaban pertanyaan esai terbatas ini biasanya mengarah kepada jawaban yang lebih spesifik dan lebih pasti seperyi kunci jawaban yang dibuat evaluator.
b.    Tes Objektif (Obyective Test)
Menurut Imron (2011) Sementara itu tes objektif adalah suatu tes dimana jawaban soal-soal tes tersebut telah tersedia dan testee telah tersedia hanya memilih saja. Menurut Wiyono dan Sunarsih (2009) tes objektif digunakan untuk mengukur penguasaan siswa pada tingkatan terbatas. Tes obyektif terdiri dari:
1) Tes Benar Salah (True False Test)
Tes objektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes objektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan (statement), pernyataan ada yang benar dan ada yang salah (Arikunto, 2009). Menurut Imron (2011) Tes benar salah mengharuskan peserta tes untuk memilih jawaban benar (B) jika pernyataan soal dalam tes benar, dan mengharuskan memilih salah (S) jika pernyataan soal dalam tes salah.
Contoh:
Petunjuk:
Di bawah ini ada sejumlah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban: benar dan salah. Anda diminta menentukan pendapat mengenai pernyataan-pernyataan tersebut, benar ataukah salah. Jika benar lingkarilah huruf B pada lembar jawaban. Jika salah lingkarilah huruf S sesuai dengan masing-masing pernyataan tersebut.
B – S   : Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia adalah “Islam yang kalah”, yakni hanya aspek sufistiknya saja; sementara aspek rasionalistiknya diambil oleh orang Barat.
Bentuk benar-salah ada dua macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni:
a) Dengan pembetulan (with corrention) yaitu siswa diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah.
b) Tanpa pembetulan (without correction) yaitu siswa hanya diminta melingkati huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul.
2) Menjodohkan (Matching Test)
Menurut Sukardi (2010) item tes menjodohkan sering juga disebut matching test item. Secara fisik, bentuk item tes menjodohkan, terdiri atas dua kolom sejajar. Pada kolom pertama berisi pernyataan yang disebut daftar stimulus dan kolom kedua berisi kata atau frasa yang disebut juga respon atau jawaban. Tes menjodohkan adalah suatu tes dimana peserta tes harus menjodohkan memasang-pasangkan yang ada pada bagian soal tes dan bagian jawaban tes (Imron, 2011).
Tes objektif bentuk matching ini disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari pasangan-pasangan yang sesuai antara yang terdapat pada kelompok pertama dengan yang terdapat pada kelompok kedua, sesuai dengan petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut.
Contoh 1:
Di bawah ini terdapat dua daftar, yaitu daftar I dan daftar II. Tiap-tiap kata pada daftar I mempunyai pasangan yang terdapat pada daftar II. Tulislah hufur abjad yang terdapat pada daftar II di atas titik yang terdapat pada daftar I
Nomor 1 adalah contoh mengenai cara mengerjakan soal-soal berikutnya:
Daftar I
Daftar II
1. Bapak manajemen ilmiah
2. Belajar merupakan akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon
3. Teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya
A. Teori kognitif
B.Frederick Winslow Taylor
C.Teori behaviorisme

     3) Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda adalah suatu tes dimana peserta tes tinggal memilih jawaban-jawaban yang tersedia, dengaan cara melingkari atau menyilang huruf-huruf jawaban (Imron, 2011). Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (item) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor) (Arikunto, 2009).
Tes objektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah objektif bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes objektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan jawab yang telah disediakan pada tiap-tiap butir soal yang bersangkutan.
Contoh 1 : Bentuk pertanyaan
Pilihlah satu jawaban yang tepat
1. Elemen manakah yang menjadikan karakteristik dalam statistik inferensial?
A. Mean                    B. Hipotesis
C. Median                 D. Modus
Contoh 2: Berbentuk pernyataan (statement)
Pilihlah satu jawaban yang tepat!
1. Orang yang menggantikan puasa Ramadhan dengan memberi makan kepada fakir miskin, disebut membayar:
A.    Jariyah               B.     Fidyah
C.     Shadaqah         D.    Hibbah
Dalam perkembangannya, menurut Arikunto (2009) sampai saat ini tes objektif bentuk multiple choice item dapat dibedakan menjadi sembilan model, yaitu:
a)    Tes Objektif Bentuk Multiple Choice Item Model Melengkapi Lima/ Empat Pilihan
Tes objektif bentuk multiple choice item model melengkapi lima pilihan ini pada umumnya terdiri atas: kalimat pokok (=item) yang berupa pernyataan yang belum lengkap, diikuti oleh lima kemungkinan jawab (alternatif) yang dapat melengkapi pernyataan tersebut. Tugas testee disini ialah: memilih salah satu diantara lima kemungkinan jawab tersebut, yang menurut keyakinan testee adalah paling tepat (=merupakan jawaban yang benar).
Dengan demikian, pada tes objektif bentuk multiple choice item model melengkapi lima pilihan ini, hanya  akan kita jumpai satu jawaban yang benar.
Contoh 1:
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dengan jalan membubuhkan tanda silang (X) pada huruf abjad A, B, C, atau D.
1. Apa tujuan utama didirikannya organisasi persatuan bangsa-bangsa?
A. Memelihara perdamaian antarbangsa di dunia
B. Menyediakan sistem baru hukum internasional
C. Memberikan kontrol militer untuk bangsa yang baru merdeka
D. Memelihara pemerintahan baru yang demokratis
b)   Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Asosiasi Dengan Lima Atau Empat Pilihan
Tes Obyektif bentuk multiple choice item model asosiasi dengan lima atau empat pilihan ini terdiri dari lima atau empat judul/istilah/ pengertian, yang diberi tanda huruf abjad didepannya, dan diikuti oleh beberapa pernyataan yang diberi nomor urut didepannya. Untuk tiap pernyataan tersebut testee diminta memilih salah satu judul/istilah/ pengertian yang berhuruf abjad, yang menurut keyakinan testee adalah paling cocok (paling benar).
Contoh 1: Model Asosiasi dengan Lima Pilihan
Untuk butir soal nomor 1 sampai dengan 5 berikut ini, cocokkanlah istilah yang terdapat di belakang huruf abjad, dengan pernyataan yang terdapat pada masing-masing soal:
A. Dzalim              B. Fasiq           C. Kafir           D. Murtad      
E. Riya
Soal:
1.      Orang yang tidak mengakui adanya Allah.
2.      Orang yang menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
3.      Orang yang keluar dari agama Islam.
4.      Orang yang tahu aturan dan kewajiban, tetapi tidak mau melakukannya.
5.      Suka pamer dan ingin dipuji orang.
c)    Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Melengkapi Berganda
Butir soal sejenis ini pada dasarnya sama dengan multiple choice item model melengkapi lima pilihan, yaitu terdiri atas satu kalimat pokok yang tidak (belum) lengkap, diikuti dengan beberapa kemungkinan jawaban (bisa merupakan lima pernyataan dan bisa pula merupakan empat pernyataan). Perbedaannya adalah, bahwa pada butir soal jenis ini, kemungkinan jawaban betulnya bisa satu, dua, tiga, atau empat.
Contoh:
Tulislah:
A.    Bila (1), (2) dan (3) betul.
B.     Bila (1) dan (3) betul.
C.     Bila (2) dan (4) betul.
D.    Bila hanya (4) yang betul.
E.     Bila semuanya betul.
Soal:
1.      Hal-hal yang termasuk perbuatan thaharah adalah:
(1)   Mandi
(2)   Berwudhlu’
(3)   Menghilangkan najis
(4)   Membaca doa iftitah
d)   Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Analisis Hubungan Antar Hal
Tes Obyektif bentuk multiple choice item biasanya terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh satu kalimat keterangan. Kepada testee ditanyakan, apakah pernyataan itu betul, dan apakah keterangan itu juga betul. Jika pernyataan dan keterangan itu betul, testee harus memikirkan, apakah pernyataan itu disebabkan oleh keterangan yang diberikan, ataukah pernyataan itu tidak disebabkan oleh keterangan tersebut?
Contoh:
Soal nomor 1 sampai dengan 3 berikut ini terdiri atas tiga bagian, yakni: Pernyataan, Sebab dan Alasan, yang disusun secara berurutan.
Pilihlah:
a.    Jika Pernyataan BETUL, Alasan BETUL dan keduanya menunjukkan HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
b.    Jika Pernyataan BETUL, Alasan BETUL, tetapi keduanya TIDAK MENUNJUKKAN HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
c.    Jika Pernyataan BETUL dan Alasan SALAH
d.   Jika Pernyataan SALAH dan Alasan BETUL.
e.    Jika Pernyataan SALAH dan Alasan Salah.
Soal:
1. Diantara syarat-syarat wajib haji adalah Islam.
SEBAB
Tidak wajib bahkan tidak akan sah jika haji orang kafir.
2. Seseorang akan berangkat menunaikan ibadah haji, tiba-tiba menderita sakit berat sehingga tidak mungkin melaksanakan ibadah haji tersebut, dan karena itu gugurlah kewajiban menunaikan ibadah hajinya untuk selama-lamanya.
SEBAB
Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi orang Islam hanya satu kali dalam seumur hidupnya.
3. Nabi Muhammad SAW itu bersifat ma’shum atau terhindar dari dosa.
SEBAB
Dosa seseorang itu akan ditanggung sendiri oleh yang bersangkutan.
e) Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Analisis Kasus
Butir soal jenis ini merupakan tiruan keadaan yang sebenarnya. Jadi seolah-olah testee dihadapkan kepada suatu kasus. Dari kasus tersebut, kepada testee ditanyakan mengenai berbagai hal dan kunci jawaban-jawaban itu tergantung pada tahu atau tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut.
Contoh:
Ikutilah kasus di bawah ini dan pilihlah jawaban yang tepat untuk soal-soal berikut ini:
Dalam usahanya untuk menyebarluaskan agama Islam sebagai agama wahyu, Nabi Muhammad SAW memulai dakwahnya dari lingkup kecil menuju jangkauan yang luas. Dimulai dari keluarga, kerabat dan seterusnya, menyebar kepada masyarakat luas.
Hal ini beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan keuletan, meskipun dihadapannya terbentang tantangan dan kendala yang datang dari masyarakat Quraisy. Kemudian detelah beberapa cobaan datang dan risiko menimpa diri Nabi, serta dirasa dijadikan pusat pemerintahan dan daerah penyebaran Islam, maka Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang komplek, terdiri atas golongan mukmin, Yahudi, Nasrani dan sebagian kafir dzimny. Di tengah-tengah masyarakat yang demikian ini ternyata Islam dapat berkembangan dengan pesat, bahkan dapat berdiri suatu Negara dan pemerintahan Islam. Diantara mereka dibuat suatu perjanjian untuk bersama-sama membangun negeri Madinah, dan kepada kafir dzimny Nabi memberi kebebasan untuk tetap tinggal di sana; mereka dikenakan semacam pajak yang disebut ji’zah.
Soal:
Dari uraian di atas dapatlah ditarik pengeritan, bahwa:
A. Agama Islam itu memandang sama antara mukmin dengan orang kafir.
B. Orang kafir dzimny itu bukanlah termasuk musuh Islam.
C. Agama Islam dapat berkembang pesat karena adanya dukungan kafir dzimny.
D. Sejak dahulu Islam telah menekankan prinsip-prinsip toleransi dan kerjasama.
E. Antara agama Nasrani, Yahudi dan Islam pada dasarnya tidak berbeda.
f)    Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Hal Kecuali
Model “Hal Kecuali” ini dikembangkan atas dasar Asosiasi Positif dan Asosiasi Negatif secara serempak. Jika model semacam ini digunakan dalam tes hasil belajar, maka pada kolom sebelah kiri dicantumkan tiga macam gejala atau kategori (yakni A, B dan C); sedangkan pada kolom sebelah kanan terdapat lima hal atau keadaan (yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5), dimana empat diantaranya cocok dengan satu hal yang berada di sebelah kiri. Jawaban yang dikehendaki oleh tester ialah, agar testee menentukan hal berabjad mana yang dipandang cocok dengan empat keadaan yang bernomor, dan keadaan yang tidak cocok dengan hal dan keadaan itu. Jadi, disini testee diminta untuk memberikan dua buah jawaban, yaitu: 1 huruf abjad dan 1 nomor.
Contoh:
Untuk soal di bawah ini anda diminta dua jawaban. Pada kolom sebelah kiri terdapat tiga macam kategori, sedangkan pada kolom sebelah kanan terdapat lima macam hal, dimana empat diantaranya berhubungan erat dengan salah satu kategori di kolom sebelah kiri.
Kategori manakah yang berhubungan erat dengan empat hal tersebut, dan pilihlah hal yang tidak termasuk kelompok hal dimaksud di atas!
Soal:
A. Kriteria untuk menjadi Khalifah                      1. Shiddiq
dalam pemerintahan Islam.                                2. Amanah
B. Sifat-sifat orang yang sombong.                         3. Khianat
C.  Sifat-sifat yang dimiliki oleh Rasul.                 4. Tabligh
                                                                                5. Fathanah
                                                                         (Kunci: C.3)
g)   Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Hubungan Dinamik
Tes Obyektif bentuk multiple choice item model hubungan dinamik ini adalah salah satu jenis tes objektif bentuk pilihan ganda, yang menuntut kepada testee untuk memiliki bekal pengertian atau pemahaman tentang perbandingan kuantitatif dalam hubungan dinamik.
Dalam praktek model ini lebih sesuai diterapkan pada tes hasil belajar yang termasuk dalam kelompok mata pelajaran eksakta, seperti: Fisika, Kimia, Biologi dan sebagainya.
Contoh:
Pilihlah:
A. Jika (1) naik       maka (2) naik.
Jika (1) turun      maka (2) turun.
B. Jika (1) naik       maka (2) turun.
Jika (1) turun      maka (2) naik.
C.Jika perubahan pada (1) tidak mempengaruhi (2).
Soal:
1. (1) Volume urine.
(2) Berat jenis urine.
2. (1) Kadar protein plasma.
(2) Tekanan koloid osmotic plasma.
(Kunci: 1.C     2.A)
h)   Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Perbandingan Kuantitatif
Pada model perbandingan kuantitatif ini, yang perlu ditanyakan kepada testee adalah hafalan kuantitatif yang sifatnya fundamental dan dikemudian hari perlu hafal di luar kepala, didalam profesinya tanpa melihat buku, daftar atau tabel.
Contoh:
Petunjuk:
Di bawah ini terdapat beberapa soal mengenai perbandingan.
Tulislah:
A. Jika (1) lebih besar daripada (1)
B. Jika (1) lebih kecil daripada (2)
C. Jika keduanya sama besar atau hamper sama besar.
Soal:
1. (1) Berat Jenis Bensin
(2) Berat Jenis Air
2. (1) Pulai Irian
(2) Pulau Kalimantan
(Kunci: 1.B     2.A)
i)     Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item Model Pemakaian Gambar/Diagram/Grafik/Peta
Pada tes objektif bentuk multiple choice item model ini, terdapat gambar/diagram/grafik/peta yang diberi tanda huruf abjad A, B, C, D dan sebagainya. Kepada testee ditanyakan tentang sifat/keadaan/hal-hal tertentu yang berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.
4)    Tes Melengkapi (Completion Test)
Tes melengkapi biasanya disebut tes menyempurnakan. Tes melengkapi yaitu salah satu jenis tes objektif yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan (sudah dihapuskan)
b)   Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (….)
c)    Titik-titik itu harus diisi atau dilengkapi atau disempurnakan oleh testee, dengan jawaban (yang oleh tester) telah digantikan.
Jadi sebenarnya tes objektif bentuk completion ini mirip sekali dengan tes objektif bentuk tes isian (fill in). Letak perbedaannya ialah bahwa pada tes objektif bentuk fill in bahan yang diteskan ini merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes objektif bentuk completion tidak harus demikian. Dengan kata lain, pada tes objektif bentuk completion ini, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.
Contoh:
Isilah titik berikut ini dengan jawaban yang benar dan tepat!
1. Air akan membeku pada suhu …. derajat Farenheit
2. Columbus menemukan Benua Amerika pada tahun ….

Disamping tertuang dalam bentuk kalimat-kalimat seperti yang dikemukakan pada contoh, tes objektif bentuk completion ini dapat pula dituangkan dalam bentuk gambar-gambar atau peta.
5.      Tes Jawaban Pendek (Short Answer Test)
Tes jawab pendek ini juga disebut dengan soal jawab singkat adalah butir soal berbentuk pernyataan yang dapat dijawab dengan satu kata, satu frasa, satu angka atau satu formula. Butir soal tipe ini termasuk salah satu tipe yang paling mudah dikonstruksi. Hal ini terutama disebabkan oleh butir soal ini hanya akan mengukur hasil belajar yang sederhana, yaitu bersifat ingatan, khususnya kemampuan di bidang matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), penguasaan kosa kata dalam bahasa asing, nama-nama tokoh serta tempat tertentu dalam sejarah. Kekuatan lainnya butir soal tipe ini adalah mengharuskan peserta tes menulis jawabannya, bukan memilih jawaban yang telah tersedia. Dengan demikian, maka akan dapat meminimalkan kemungkinan menebak.
Ada dua keterbatasan utama butir soal tipe jawaban pendek ini, yaitu tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks dan sulit dinilai. Karena sifatnya yang sederhana, maka butir soal tipe ini hanya menghasilkan respons singkat yang sederhana. Respon singkat yang seperti itu tidak memungkinkan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks. Kebanyakan hanya terbatas pada hasil belajar yang bersifat ingatan, dan paling tinggi hanya bersifat pemahaman. Untuk Matematika atau IPA masih mungkin untuk mengukur kemampuan penerapan (aplikasi). Di atas kemampuan itu sudah tidak mungkin lagi diukur dengan butir soal tipe ini. Keterbatasan kedua, yaitu sulit dinilai.
Sebagai contoh:
1. Fenomena apakah yang menjadi awal suatu kegiatan penelitian?

C. Syarat Instrumen Evaluasi
Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bisa atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
1. Validitas
Validitas sering diartikan dengan kesahihan. Suatu alat ukur disebut memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya layak mengukur obyek yang seharusnya diukur dan sesuai kriteria tertentu. Artinya adanya kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran (Thoha, 2003: 109). Sebuah Instrumen evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Tinggi rendahnya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
Ada 4 (empat) macam validitas tes yang seringkali menjadi perhatian untuk menguji kualitasnya, yaitu: 
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui ketepatan dari suatu instrumen (tes) bila ditinjau dari aspek isi (konten/materi). Pengecekan validitas isi dapat dilakukan dengan cara membandingkan isi (konten/materi) tes dengan komponen-komponen yang seharusnya diukur.
b. Validitas Susunan (Konstruksi)
Sebuah tes (instrumen/alat ukur) dikatakan memenuhi validitas susunan (konstruksi) yang baik apabila susunan tes tersebut memenuhi syarat-syarat penyusunan tes yang baik.
c. Validitas Bandingan
Validitas bandingan sebuah tes adalah ketepatan suatu tes bila ditelaah berdasarkan hubungannya (korelasi) terhadap keadaan yang sebenarnya dari siswa saat pengukuran (assessmen) dilakukan.
d. Validitas Ramalan
Validitas ramalan adalah ketepatan sebuah tes (instrumen) bila dilihat dari kemampuannya untuk meramalkan keadaan individu (siswa) pada masa yang akan datang.
2. Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.
3. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi.
4. Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
5. Objectivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang  keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
6. Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan  yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
7. Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Evaluasi hasil belajar peserta didik adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai keberhasilan siswa setelah melakukan proses pembelajaran pada waktu tertentu. Namun ketika dirangkai dengan kata pendidikan (evaluasi pendidikan) berarti suatu proses untuk menentukan nilai pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum. Teknik evaluasi adalah cara yang ditempuh untuk mengadakan evaluasi.
Teknik evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu tes dan non-tes. Jenis-jenis tes dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Jenis-jenis tes tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) berdasarkan aspek kepribadian yang diukur; (2) berdasarkan scope sasaran yang diukur; (3) berdasarkan tujuan evaluasinya; (4) berdasarkan penekanan aspekyang diukur; (5) berdasarkan cara pembuatannya; (6) berdasarkan cara mengerjakannya; (7) berdasarkan jumlah testee yang mengerjakan; (8) berdasarkan waktu penyelenggaran; (9) berdasarkan cara interspretasinya; dan (10) berdasarkan  bentuknya. Sebuah instrumen evaluasi hasil belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid.



DAFTAR RUJUKAN


Ama, R. 2014. Tes Individu, Tes Kelompok dan Tes Minat Populasi. (Online), (http://amarahmawati3.blogspot.co.id/2014/03/tes-individu-tes-kelompok-dan-tes-minat.html), diakses 16 Februari 2016.

Ardiantari. 2014. Tes Individual. (Online), (http://mdyantari.blogspot.co.id/2014/06/tes-individual_9.html), diakses 16 Februari 2016.

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hayati, T. R. 2011. EVALUASI PENDIDIKAN : Teknik Penilaian Tes Objektif. (Online), (http://materikuliah-pai.blogspot.co.id/2011/03/evaluasi-pendidikan-teknik-penilaian.html), diakses 7 Februari 2016.

 

Imron, A. 2011. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Matondang, Z. __. Konsep Dasar Penilaian dalam Pembelajaran,  (http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Books-24435-Pengantar%20Evaluasi.pdf), diakses 12 Februari 2016.

Sukardi. 2010. Evaluasi pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Tarsidi, I. ­ Makalah Performance Tes, (Online), (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196601041993011-IDING_TARSIDI/MAKALAH_PERFORMANCE_TEST.pdf) diakses 13 Februari 2016.

Thoha, M.C. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winarno. 2013. Evaluasi Pembelajaran, (Online), (http://winarno.staff.iainsalatiga.ac.id/wp-content/uploads/sites/25/2013/01/34-Evaluasi-Pembelajaran.pdf), diakses 12 Februari 2016.
Wiyono, B.B dan Sunarni. 2009. Evaluasi Program Pendidikan dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan.

Wulandari, E. 2014. Macam-Macam Bentuk Tes Dalam Pembelajaran Matematik,(Online), (http://emiwln.blogspot.co.id/2014/01/macam-macam-bentuk-tes-dalam.html), diakses 15 Februari 2016.

Ulianta. 2009. Kriteria Instrumen Evaluasi Harus Memenuhi Syarat Sebelum Digunakan,  (Online), (stahndj.ac.id), diakses 12 Februari 2016.



1 komentar:

  1. Salam... Permisi, mohon izin sebagian mau saya pakai sebagai sumber bahan tugas kuliah saya. Dan terima kasih sudah menyusun ini.

    BalasHapus