disimak ya.. kasih komen juga kalau bisa :)
Langit, hujan, bintang sepertiga
malam, senja yang merah memukau, pagi yang dingin dan sejuk, angin semilir,
rasanya terlalu banyak hal indah yang kutatap setiap harinya sebagai tanda
kekuasaan Allah. Kalau sudah begitu, rasanya cinta dan rindu padaNya begitu
menggebu-gebu. Banyak hal yang ingin kulakukan untuk mengobatinya. Andai saja
aku mampu menggunakan setiap detik nafasku untuk terus mengagumi dan memujaNya.
Aku ingin menjadi lebih baik, dan selalu ingin menjadi lebih baik, walau sebagai manusia aku pasti lebih banyak lupa daripada ingatnya, lebih banyak bikin dosa daripada menabung pahala. Aku selalu cemburu dan iri bila bertemu dengan mereka yang begitu taat dan cinta pada Allah. Ya, karena aku selalu berfikir orang-orang seperti mereka pasti sangat disayang Allah, pasti Allah lebih sayang mereka daripada aku, mereka begitu mendekat pada Allah, dan Allah pasti akan seribu kali lebih mendekat lagi pada mereka. Sedangkan aku? Berbuat maksiat saja masih sering kulakukan.
Aku ingin menjadi lebih baik, dan selalu ingin menjadi lebih baik, walau sebagai manusia aku pasti lebih banyak lupa daripada ingatnya, lebih banyak bikin dosa daripada menabung pahala. Aku selalu cemburu dan iri bila bertemu dengan mereka yang begitu taat dan cinta pada Allah. Ya, karena aku selalu berfikir orang-orang seperti mereka pasti sangat disayang Allah, pasti Allah lebih sayang mereka daripada aku, mereka begitu mendekat pada Allah, dan Allah pasti akan seribu kali lebih mendekat lagi pada mereka. Sedangkan aku? Berbuat maksiat saja masih sering kulakukan.
Hari ini aku menyengajakan diri untuk
bersilaturahim ke sebuah tempat yang sesungguhnya sejak lama ingin kudatangi.
Tempat itu bernama rumah Qur’an. Rumah itu terletak di antara rumah warga
lainnya. Sekilas tak ada yang special dengan rumah itu. Rumah itu begitu
sederhana. Namun yang membedakan dan membuatnya berbeda dengan rumah-rumah
lainnya tentu saja ayat-ayat suci Al Qur’an yang terlantun tiada henti dari
bibir para gadis yang menempati rumah ini.
Begitu aku tiba, aku sudah bisa
menyaksikan para gadis yang memegang mushafnya dan menghafalkannya. Hatiku
berdesir, rasa iri muncul begitu saja. Ternyata itu belum apa-apa, ketika aku
memasuki rumah Qur’an, kesibukkan menghafal Qur’an terlihat semakin
jelas. Ada sekitar 25 gadis yang berkomat kamit sembari memegang mushaf. Allah…
Di rumah itu terdapat empat kamar dan
1 ruang tamu yang dialasi dengan karpet, yang kira-kira berukuran 3x5m.
Aku melihat sekilas di pintu setiap kamar tertulis nama para penghuni kamar.
Aku baru tahu, setiap kamar yang begitu kecil itu dihuni sekitar 5-7 orang.
Tiba-tiba saja aku menjadi tak enak
sendiri. Aku khawatir kehadiranku akan menganggu dan membuang waktu mereka
dalam menghafal. Karena aku tahu sehari minimal mereka harus menghafal dan
menyetorkan satu halaman Al-Qur’an. Sedangkan mereka adalah mahasiswi
yang tentu memiliki waktu yang tidak terlalu banyak untuk itu. Mereka
masih harus menyelesaikan tugas-tugas kampus dan sebagainya. Kedatanganku
tentulah akan menyita waktu mereka. Berulang kali aku meminta maaf dan berulang
kali pula para bidadari bumi itu mengatakan aku tak perlu meminta maaf dengan
terus memberikan senyum teduh mereka. Sekitar setengah jam aku berbincang
dengan mereka aku memutuskan untuk pamit pulang.
Dalam perjalan pulang bayang mereka
hadir satu persatu di benakku. Lantunan ayat suci Allah tiba-tiba saja
teringang dan berputar di fikiranku. Aku hanyut dalam pertanyaan batinku
sendiri. Bila suatu saat nanti Allah bertanya pada mereka, digunakan untuk apa
masa muda mereka, mereka akan bisa menjawabnya tanpa ragu. Dan bagaimana denganku?
Aku pasti akan sangat malu pada Allah jika harus mengatakan bahwa aku tak
melakukan apa-apa ketika aku masih muda. Bahwa aku tak melakukan hal apapun
yang bisa mendekatkan diriku padaNya.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat
nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa
dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan
dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu
yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)
Allah memang tak menanyakan masa tua,
tetapi masa muda. Disaat semangat masih membara, potensi masih bisa untuk terus
diasah, dan peluang meraih cita masih luas membentang. Dalam hidup setiap
orang yang mengais rezeki berupa uang akan menabung demi alasan kebahagiaan di
masa depan. Bisa dicek berapa banyak orang yang punya rekening di bank. Ada
yang banyak, ada yang sedikit, namun rata-rata hampir setiap warga kita
khususnya para penghuni kota tentunya memiliki sejumlah rekening di bank untuk
menabung. Lalu bagaimana dengan arti hidup yang sesungguhnya. Yang sesungguhnya
hanyalah tempat singgah untuk mencari bekal perjalanan abadi kita di akhirat
nanti. Yang sesungguhnya adalah waktu menabung untuk dipertanggung jawabkan di
hadapan Allah SWT. Maka sesungguhnya akhirat adalah masa depan kita yang
sesungguhnya. Yang telah tertulis dan termaktub sebagai janji Allah bagi ummat
manusia.
Masih terbayang dalam benakku bagaimana
para gadis di rumah al-quran itu begitu antusias menghafal kata demi kata dalam
Al-Quran dengan kesungguhan dan ketekunan. Seketika rasa iri kembali hadir
dalam benakku. Betapa beruntungnya mereka, orang-orang yang dalam seusia itu
telah menyadari bahwa kelak akan ada pertanyaan yang Allah berikan mengenai
masa muda. Masa muda yang tidak diisi dengan bergelimang dalam kehidupan dunia
yang fana dan membuat Allah murka tetapi masa muda yang diisi dengan menabung
amal untuk membuat mendapatkan naungan Allah di akhirat kelak. Betapa indahnya
masa muda mereka yang dengan bibir basah menyebut asma Allah setiap saat,
bahkan menghafal ayat-ayat cinta Allah dengan sebegitu tekun dan sabar.
Baginda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ” Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam
naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa dalam
beribadah pada Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada masjid; dua orang
yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena
Allah pula; seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai
kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada
Allah’; orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diperbuat oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah
sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim).
Allah sepertinya tak henti membuatku
untuk terus merenung. Ketika beberapa hari setelah kunjunganku ke rumah Qur’an,
aku diundang suatu daerah untuk membicarakan masalah kenakalan remaja. Aku
mendapat kenyataan bahwa lebih dari 50 persen remaja di sana sudah tidak lagi
perawan. Astagfirullah, sebegitu buruknyakah wajah generasi penerus masa depan?
Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi pemuda kebanggaan ummat jika
menjaga diri sendiri saja tidak mampu mereka lakukan. Padahal musuh mereka
hanya satu, hawa nafsu.
Seorang pembicara menyampaikan
materinya dengan menahan airmata sambil terus menyampaikan data persentase
remaja yang tidak lagi perawan dan para remaja yang melakukan aborsi. Tiba-tiba
saja aku teringat akan adik-adik yang kutemui di sebuah yayasan penampung
anak-anak yatim dan berkebutuhan khusus beberapa waktu lalu. Anak –anak yang
dibuang kedua orang tua yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja disingkirkan
karena mereka cacat, mungkinkah sebagian dari mereka adalah bayi-bayi hasil
hubungan para remaja yang sanggup berbuat namun tak sanggup bertanggungjawab?
Entahlah…hanya Allah yang tahu semua itu.
Rahim yang dianugerahi Allah pada
wanita adalah tempat suci yang melahirkan makhluk-makhluk Allah yang suci.
Aborsi, zina, adalah hal yang menodai kesuciannya, kesucian rahim, dan kesucian
fitrah perempuan itu sendiri. Sebuah hubungan yang haram terjadi telah menodai
apa yang seharusnya begitu di agungkan. Rahim terlalu agung untuk diperlakukan
seperti itu, dizinahi bahkan sampai dengan membunuh janin mungil tak berdosa
yang tengah tumbuh.
Mungkin itulah sebab Allah memberikan
balasan yang begitu indah bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka
beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena masa muda adalah masa pada saat
saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat anak manusia. Apa yang
dilakukan seseorang di masa mudanya akan menentukan masa depannya. Pemuda
yang terlena dengan masa mudanya maka akan habis di masa tuanya. Pada
akhirnya nanti rasa menyesallah yang datang mendera.
Sebagian orang mungkin
berpendapat bahwa masa muda adalah masa bersantai dan berfoya-foya,
menikmati semua kenikmatan dunia, lalu masa tua adalah masa bertaubat, berhenti
dari semua hal yang buruk lalu berjalan tertatih menuju perbaikan? Sungguh
begitu salah pemikiran seperti itu, sebab umur manusia tak ada yang tahu kapan
akan berhenti, ia kalau kita sempat bertaubat, kalau tidak? Bukankah lebih
tenang hidup kita jika telah menabung kebaikan sejak dini, hingga kapanpun
Allah memangggil kita, kita siap dengan bekal yang telah kita persiapkan
jauh-jauh hari.
An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang
mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka
akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat
muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.”Dalam hal ini orang-orang yang beriman di
waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di
waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak
mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha
Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu
mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang
gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran
sebagaimana di waktu mudanya.Subhanallah, Maha Pengasih dan
Penyayangnya Allah pada hambaNya. Ia begitu mengerti apa yang terdetik di dalam
hati, lalu jika demikian masihkah kita enggan melakukan kebaikan dari sekarang?
Masihkah kita menunda-nunda amal kebajikan.
Ketika muda, kita sering mengabaikan
dan tidak menyadari bagaimana berharganya hidup yang Allah berikan pada kita,
bukankah hidup sebuah anugrah besar yang sangat berharga? Sepertin namanya,
anugrah, berarti ia adalah suatu hal yang luar biasa istimewa yang merupakan
hadiah kasih sayang Allah bagi manusia. Allah menciptakan kita berawal dari
segumpal tanah yang menjadi segumpal darah. Lalu berubah menjadi tulang
yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, yang dalam beberapa bulan
lahir dari perut sang ibu dalam keadaan menggigil kedinginan, begitu kecil dan
rapuh. Setelah itu kita tumbuh menjadi seorang anak balita yang sehat dan dalam
beberapa tahun tumbuh menjadi seorang remaja yang mulai mencari jati diri.
Beranjak dewasa, kita semakin kuat dan matang. Fase inilah yang merupakan fase
puncak dimana kekuatan kita penuh untuk bisa digunakan bekerja keras, akal kita
sehat untuk berfikir hal-hal yang begitu rumit, raga kita kokoh dan sehat.
Namun beberapa puluh tahun kemudian, semakin keriputlah kulit kita disertai
dengan rambut memutih dan tulang yang perlahan keropos. Saat inilah kita
kembali dalam keadaan fisik ketika kita pertama kali dilahirkan, lemah, rapuh
dan tak berdaya.
Hitungan puluhan tahun adalah waktu
yang terlalu singkat jika tidak kita manfaatkan dari sekarang untuk melakukan kebaikan.
Jika di masa muda kita terbiasa dengan hal-hal yang melenakan, bukannya tidak
mungkin kita takkan pernah memulai untuk berbuat kebaikan dan akan selalu
menunda menabung pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah lebih indah jika kala muda
kita berjuang keras mencari nafkah lalu menikmatinya di masa tua, semua hasil
kerja keras kita. Demikian halnya dengan beribadah, alangkah indahnya menjadi
pemuda soleh yang taat dan patuh pada Allah, hingga saat tua nanti, Allah
menghadiahkan kita pahala seperti apa yang kita kerjakan di masa muda.
Wahai Allah ….
jadikanlah kami pemuda-pemudi yang taat dan patuh padaMu, yang
dihatinya tertanam rasa takut dan cinta kepadaMu, yang terjaga sikap dan
tingkah lakunya, yang sanggup menopang amanah dan menjaga fitrah…
*
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar